
Persiapan Penilian Adipura Jombang yang Berlebihan
PKL 'Disembunyikan', Ijin Tebang Pohon Dipersulit
Ada yang lain saat tim penilai Adipura tiba di Jombang sejak Rabu lalu. Sejumlah 'strategi' Pemkab Jombang dipasang untuk menyembunyikan sisi negatif wilayahnya.
Pemandangan di Jalan Merdeka, depan Kamups Universitas Darul Ulum sejak Rabu lalu terlihat berbeda. Kawasan yang sebelumnya berjubel pedagang Kaki Lima (PKL) dan terkesan acak-acakan itu terlihat sepi, dan bahkan bisa dibilang sangat rapi.
Tampak beberapa petugas dari satpol PP Jombang berjaga-jaga dan siap mengusir para PKL yang biasanya mangkal. Di kawasan ini, PKL dilarang berjualan menyusul tim penilai yang secara sembunyi-sembunyi memantau beberapa kawasan yang menjadi indikator penilaian. Tapi sayang, kondisi ini kembali seperti semula saat tim penilai telah hengkang. Jalan Merdeka kembali berjejal para penjual minuman dalam gerobak itu.
Aksi 'menyembunyikan' PKL juga terjadi di Kebon Rojo, salah satu tempat yang biasa dipakai PKL berjualan sejak pagi hingga malam hari itu. Saat tim penilai datang, PKL 'terkunci' dan hanya bisa berharap tim penilai segera pergi. Lagi-lagi, saat tim penilai Adipura pergi, PKL Kebon Rojo kembali menjamur.
Tampaknya, tak hanya PKL yang terkena imbas persiapan lomba Adipura itu. Beberapa warga yang hendak minta ijin penebangan pohon di jalur-jalur utama, juga menjadi korban. Salah satunya adalah Muhammad Hafid, salah satu warga yang ada di Jalan Akhmad Dahlan. Ia terpaksa berurusan dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) setelah memotong satu batang pohon yang menghalangi pembangunan ruko yang ia buat. Arogansi petugas DLHK juga tampak ditonjolkan.
Hafid mengaku, sejak sebulan lalu ia telah mengajukan penebangan pohon di depan bakal rukonya. Ijin itu ia minta karena satu pohon yang berdiameter 30 sentimeter tersebut menghalangi masuknya kendaraan pengangkut material di rumahnya. Namun, ijin itu tak kunjung dipenuhi dengan alasan ada penilaian Adipura yang dilontarkan petugas DLHK.
''Karena ijin itu tak mendapat jawaban, sementara saya butuh pintu masuk mobil material, terpaksa satu pohon saya tebang,'' tutur Hafid, warga etnis Cina yang baru saja menjadi muallaf ini.
''Karena ijin itu tak mendapat jawaban, sementara saya butuh pintu masuk mobil material, terpaksa satu pohon saya tebang,'' tutur Hafid, warga etnis Cina yang baru saja menjadi muallaf ini.
Namun, pemotogan itu berbuntut panjang. Bukan hanya mendapat teguran dan sanksi administratif saja, petugas DKLH juga dengan arogan menancapkan empat pohon lagi di depan pintu rukonya. Praktis, mobil pengangut materialnya pun macet beberapa hari. ''Kalau saya cabut lagi, takut kena sanksi. Sementara para pekerja, tak bisa mendapati material lagi,'' keluhnya.
Ironisnya, arogansi petugas DKLH ini diakui terang-terangan oleh kepala DKLH, Mahmud. Dikataka dia, ia sengaja menanamkan empat phon di depan rumah Hafid. Menurutnya, langkah ini dilakukan karena petugas jengkel dengan Hafid yang tak mau menemui pihaknya. ''Memang sengaja kami tancapkan agar Hafid bis menemui kami. Dan memang, larangan penebangan pohon ini kami berlakukan karena ada penilaian Adipura,'' kata Mahmud saat ditemui DUMAS.
Dia juga mengakui, kondisi serupa juga ia berlakukan kepada tiga warga lainnya yang mengajukan penebangan pohon.
''Terpaksa kita pending, sampai tim penilai Adipura sudah selesai memberikan penilaian,'' tukasnya (amer)
''Terpaksa kita pending, sampai tim penilai Adipura sudah selesai memberikan penilaian,'' tukasnya (amer)
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,