NYANYIAN SUNYI DI BELANTARA PAPUA
Seorang guru yang pernah kelaparan nyaris dipanah oleh orangtua muridnya. Di tempat lain, seorang dokter melakukan operasi bedah dengan menggunakan silet, gergaji, palu, dan obeng!
Anda boleh percaya, boleh tidak. Ini bukanlah sebuah cerita fiksi, tapi kisah nyata dari pegawai negeri sipil yang bertugas di belantara pedalaman Papua. Mereka adalah seorang guru bernama Frederick Sitaung dan seorang dokter bernama John Manangsang.
Untuk menuju tempat Frederick mengajar di Kampung Poepe, Distrik Okaba, Merauke, reporter Kick Andy harus melewati perjalanan yang panjang. Ia harus naik motor selama 7 jam, menyebrangi dua sungai, kembali naik motor selama 3 jam dan kemudian mendayung di rawa-rawa. Setelah itu barulah ia sampai ke sebuah sekolah, yang sungguh jauh dari sempurna. Bangunan kayu yang sudah rusak dengan atap seng yang sudah bolong di sana-sini.
Tak heran, jika Guru Frederick yang merangkap kepala sekolah ini harus menghabiskan waktu banyak untuk mengambil gajinya di Distrik Okaba. ”Kalau tidak naik motor, saya harus menginap di hutan saat mengambil gaji,” kata pria asal Toraja ini.
Perjuangan Frederick sebagai Guru tak hanya sebatas urusan pengambilan gaji saja. Kondisi budaya masyarakat dan lingkungan seringkali menimbulkan masalah-masalah bagi keberadaannya sebagai guru. Misalnya, ketika ia memberi peringatan pada siswanya yang melakukan kenakanan remaja. ”Plek! Saya memukul pipi anak itu sebagai peringatan. Tapi ada yang melaporkan ke orang tuanya sehingga saya nyaris dipanah.”
Di kesempatan lain, Frederick mengaku pernah hampir kelaparan dengan sejumlah muridnya, karena semua orang tua di Kampung Poepe, pergi ke hutan selama satu bulan untuk membuat sagu, sebagai persiapan natal. ”Anak-anak yang tidak ikut ke hutan, dititipkan bersama saya. Karena persiapan makanan habis, selama sembilan hari kami hanya makan daun ubi,” ujarnya.
Meski demikian berat perjuangannya sebagai guru, Frederick yang sudah 15 tahun ditugaskan di Kampung Poepe, tak pernah ingin pindah dari Papua. ”Bagi saya ini tanggung jawab dan Papua sudah menjadi bagian dari hidup saya,” tegasnya.
Selain menjadi guru, Frederick pun didaulat masyarakat untuk menjadi pendeta, karena pendeta yang ditugaskan di sana, tak pernah kembali.
Kisah lainya yang Kick Andy angkat dalam episode ini adalah tentang Dokter John Manangsang yang pernah menjalakan tugas selama dua tahun di Puskesmas Tanah Merah, Boven Digul, Merauke, Papua. Tempat terpencil yang dulu menjadi tempat pembuangan para aktivis kemerdekaan di jaman penjajahan Belanda.
Minimnya prasarana, tidak menyurutkan semangat Dokter John untuk memberi bantuan kesehatan pada masyarakat di sana. Walaupun kemudian, banyak operasi bedah yang ia lakukan, hanya dengan peralatan seadanya, atau boleh dibilang sedikit ”nekat”.
Bayangkan, ia melakukan operasi bedah sesar dengan sebuah silet. Di lain waktu ia mengoperasi kaki seorang Bapak yang mengalami masalah sendi dengan mengundang alat-alat seorang tukang di meja operasi.”Karena alatnya tak ada, saya suruh suster meminjam hammer, gergaji dan palu, kemudian, karena ada bagian tulang yang kecil, saya memintanya untuk mencari obeng juga,” kata John.
Karena minimnya prasarana juga, operasi-operasi yang dilakukan John memiliki keunikan tersendiri. Misalnya, seorang suster harus mengipasi kepala bagian atas pasien, agar kebutuhan oksigen pasien bisa terpenuhi. Agar ia bisa mengetahui kondisi jantung pasien, maka seorang mantri harus membantunya menyuarakan suara detak jantung pasien. ”Suaranya harus sesuai dengan kecepatan detak jantung plup dug.. plup dug.. plup dug.. begitulah, suasana di ruang operasi memang jadi rame.”
Ketika ditanya soal jaminan keselamat pasien dengan operasi-operasi itu, John mengatakan bahwa ia selalu memberi pilihan pada pasien dan keluarganya. “Saya bilang mau milih meninggal karena penyakit atau di operasi? Maka jawaban mereka adalah ingin sembuh.”
Dokter John telah menuliskan semua kisah pengabdiannya tahun 1990-1991 ini dalam satu buku berjudul ”Papua, Sebuah Fakta dan Tragedi Anak Bangsa”. Sebuah buku yang mampu menggetarkan hati, tentang tanggung jawab dan idealisme seorang dokter dalam membantu sesama. (kickandy)
Seorang guru yang pernah kelaparan nyaris dipanah oleh orangtua muridnya. Di tempat lain, seorang dokter melakukan operasi bedah dengan menggunakan silet, gergaji, palu, dan obeng!
Anda boleh percaya, boleh tidak. Ini bukanlah sebuah cerita fiksi, tapi kisah nyata dari pegawai negeri sipil yang bertugas di belantara pedalaman Papua. Mereka adalah seorang guru bernama Frederick Sitaung dan seorang dokter bernama John Manangsang.
Untuk menuju tempat Frederick mengajar di Kampung Poepe, Distrik Okaba, Merauke, reporter Kick Andy harus melewati perjalanan yang panjang. Ia harus naik motor selama 7 jam, menyebrangi dua sungai, kembali naik motor selama 3 jam dan kemudian mendayung di rawa-rawa. Setelah itu barulah ia sampai ke sebuah sekolah, yang sungguh jauh dari sempurna. Bangunan kayu yang sudah rusak dengan atap seng yang sudah bolong di sana-sini.
Tak heran, jika Guru Frederick yang merangkap kepala sekolah ini harus menghabiskan waktu banyak untuk mengambil gajinya di Distrik Okaba. ”Kalau tidak naik motor, saya harus menginap di hutan saat mengambil gaji,” kata pria asal Toraja ini.
Perjuangan Frederick sebagai Guru tak hanya sebatas urusan pengambilan gaji saja. Kondisi budaya masyarakat dan lingkungan seringkali menimbulkan masalah-masalah bagi keberadaannya sebagai guru. Misalnya, ketika ia memberi peringatan pada siswanya yang melakukan kenakanan remaja. ”Plek! Saya memukul pipi anak itu sebagai peringatan. Tapi ada yang melaporkan ke orang tuanya sehingga saya nyaris dipanah.”
Di kesempatan lain, Frederick mengaku pernah hampir kelaparan dengan sejumlah muridnya, karena semua orang tua di Kampung Poepe, pergi ke hutan selama satu bulan untuk membuat sagu, sebagai persiapan natal. ”Anak-anak yang tidak ikut ke hutan, dititipkan bersama saya. Karena persiapan makanan habis, selama sembilan hari kami hanya makan daun ubi,” ujarnya.
Meski demikian berat perjuangannya sebagai guru, Frederick yang sudah 15 tahun ditugaskan di Kampung Poepe, tak pernah ingin pindah dari Papua. ”Bagi saya ini tanggung jawab dan Papua sudah menjadi bagian dari hidup saya,” tegasnya.
Selain menjadi guru, Frederick pun didaulat masyarakat untuk menjadi pendeta, karena pendeta yang ditugaskan di sana, tak pernah kembali.
Kisah lainya yang Kick Andy angkat dalam episode ini adalah tentang Dokter John Manangsang yang pernah menjalakan tugas selama dua tahun di Puskesmas Tanah Merah, Boven Digul, Merauke, Papua. Tempat terpencil yang dulu menjadi tempat pembuangan para aktivis kemerdekaan di jaman penjajahan Belanda.
Minimnya prasarana, tidak menyurutkan semangat Dokter John untuk memberi bantuan kesehatan pada masyarakat di sana. Walaupun kemudian, banyak operasi bedah yang ia lakukan, hanya dengan peralatan seadanya, atau boleh dibilang sedikit ”nekat”.
Bayangkan, ia melakukan operasi bedah sesar dengan sebuah silet. Di lain waktu ia mengoperasi kaki seorang Bapak yang mengalami masalah sendi dengan mengundang alat-alat seorang tukang di meja operasi.”Karena alatnya tak ada, saya suruh suster meminjam hammer, gergaji dan palu, kemudian, karena ada bagian tulang yang kecil, saya memintanya untuk mencari obeng juga,” kata John.
Karena minimnya prasarana juga, operasi-operasi yang dilakukan John memiliki keunikan tersendiri. Misalnya, seorang suster harus mengipasi kepala bagian atas pasien, agar kebutuhan oksigen pasien bisa terpenuhi. Agar ia bisa mengetahui kondisi jantung pasien, maka seorang mantri harus membantunya menyuarakan suara detak jantung pasien. ”Suaranya harus sesuai dengan kecepatan detak jantung plup dug.. plup dug.. plup dug.. begitulah, suasana di ruang operasi memang jadi rame.”
Ketika ditanya soal jaminan keselamat pasien dengan operasi-operasi itu, John mengatakan bahwa ia selalu memberi pilihan pada pasien dan keluarganya. “Saya bilang mau milih meninggal karena penyakit atau di operasi? Maka jawaban mereka adalah ingin sembuh.”
Dokter John telah menuliskan semua kisah pengabdiannya tahun 1990-1991 ini dalam satu buku berjudul ”Papua, Sebuah Fakta dan Tragedi Anak Bangsa”. Sebuah buku yang mampu menggetarkan hati, tentang tanggung jawab dan idealisme seorang dokter dalam membantu sesama. (kickandy)
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,