14 Maret 2008
JOMBANG (DUTA) —Harga minyak goreng curah yang mencapai Rp 13.000 per kilo liter membuat para pedagang kecil di Kabupaten Jombang beralih menggunakan minyak goreng bekas (jelantah).
Langkah itu antara lain ditempuh pedagang tahu di Dusun Bapang, Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Jogoroto. Jelantah mereka pilih sebagai minyak goreng alternatif guna menyelamatkan usaha yang menjadi tulang punggung keluarga itu.
“Rata-rata penggorengan di sini dilakukan dengan jelantah,” terang Nur Abidah, pengusaha tahu goreng. Menurutnya, dengan jelantah, pembengkakan biaya produksi bisa dikurangi.
Abidah mengaku, sejak harga minyak goreng curah naik, ia selalu merugi sehingga usahanya terancam tak berlanjut. “Saya terpaksa harus putar otak, kalau tidak begitu usaha saya bisa gulung tikar,” keluhnya.
Ia membeli jelantah dari dari salah satu pedagang di Desa Semanding Kecamatan Jogoroto itu. Di sana, kata dia, harganya jauh lebih murah. Cukup mengeluarkan Rp 6,8 ribu dan satu liter jelantah bisa ia bawa pulang. Ini dua kali lebih hemat dibanding membeli minyak goreng baru.
Hal senada dikatakan Sulami, (40), juga pengusaha tahu. Menurutnya, tingginya harga minyak goreng curah di pasaran sangat mencekik sebagin pengusaha tahu di wilayahnya. Kenaikan yang telah berlangsung hampir satu bulan ini memaksa sebagian pengusaha memilih menggunakan jelantah.
Meski begitu, tak sembarang jelantah digunakan. Menurut Sulami, warna jelantah haruslah benar-benar masih bening. “Kalau jelantahnya hitam, rasa tahunya agak getir,” ungkapnya. (amer syarifuddin) / http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=25944&kat=Ragam
Langkah itu antara lain ditempuh pedagang tahu di Dusun Bapang, Desa Sumber Mulyo, Kecamatan Jogoroto. Jelantah mereka pilih sebagai minyak goreng alternatif guna menyelamatkan usaha yang menjadi tulang punggung keluarga itu.
“Rata-rata penggorengan di sini dilakukan dengan jelantah,” terang Nur Abidah, pengusaha tahu goreng. Menurutnya, dengan jelantah, pembengkakan biaya produksi bisa dikurangi.
Abidah mengaku, sejak harga minyak goreng curah naik, ia selalu merugi sehingga usahanya terancam tak berlanjut. “Saya terpaksa harus putar otak, kalau tidak begitu usaha saya bisa gulung tikar,” keluhnya.
Ia membeli jelantah dari dari salah satu pedagang di Desa Semanding Kecamatan Jogoroto itu. Di sana, kata dia, harganya jauh lebih murah. Cukup mengeluarkan Rp 6,8 ribu dan satu liter jelantah bisa ia bawa pulang. Ini dua kali lebih hemat dibanding membeli minyak goreng baru.
Hal senada dikatakan Sulami, (40), juga pengusaha tahu. Menurutnya, tingginya harga minyak goreng curah di pasaran sangat mencekik sebagin pengusaha tahu di wilayahnya. Kenaikan yang telah berlangsung hampir satu bulan ini memaksa sebagian pengusaha memilih menggunakan jelantah.
Meski begitu, tak sembarang jelantah digunakan. Menurut Sulami, warna jelantah haruslah benar-benar masih bening. “Kalau jelantahnya hitam, rasa tahunya agak getir,” ungkapnya. (amer syarifuddin) / http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=25944&kat=Ragam
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,