Langsung ke konten utama

BERJUANG DI TENGAH DISKRIMINASI

Meski dengan kondisi fisik yang tidak sempurna, namun bukan berarti lantas semangatnya terpuruk menghadapi kerasnya hidup. Menyadari tantangan yang kian komplek, para penyandang cacat di Kabupaten Jombang kemudian saling berbagi dalam sebuah rumah yang mereka namai Kompac (kelompok penyandang cacat). Di tengah minimnya respon pemerintah setempat mereka terus menggelorakan spirit untuk mandiri. Sayangnya, eksistensi kelompok yang berusaha menafikan belas kasihan ini tetap dipandang sebelah mata. Mengapa?




JOMBANG (DUTA) - Cahaya matahari pagi musim penghujan awal tahun ini terasa lebih hangat di benak Sugeng. Lelaki yang tetap bersyukur kendati dikarunia tubuh yang tidak sempurna ini bergegas menuju teras rumah yang sekaligus sebagai bengkel kerjanya. Lelaki dengan sepeda roda tiga yang dikayuh dengan tangan ini sibuk menata alat-alat pertukangan. Sedangkan beberapa orang lainnya sibuk mengaduk semen dengan pasir. Selebihnya lagi, seorang yang berjalan dengan menggunakan tongkat penyangga sibuk mengambil air.
Sesekali wajah-wajah ceria itu menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. Semangat untuk belajar serta merubah kondisi hidup tergurat jelas dari sorot mata mereka. Pagi itu sedikitnya 20 orang penyandang cacat berkumpul. Mereka asyik meracik bahan untuk membuat cetakan pot bunga. Penggalan aktifitas inilah yang terus digencarkan Kompac dengan tujuan memberdayakan kehidupan para penyadnang cacat di Kabupaten Jombang.
Seperti tak mengenal lelah, Sugeng menghampiri sejawatnya satu persatu. Tidak jarang dia harus memberikan penjelasan terkait campuran adonan untuk membuat cetakan pot bunga. Ya, hari itu memang dia menjadi instruktur tehnis kontruksi cetak gypsum. “Yang pasti untuk membuat cetakan pot bunga, racikan semennya jangan terlalu encer,” ungkap bapak satu anak ini didepan kawan-kawan senasib dengan dirinya.
Ditemui disela aktifitas rutinnya, penyandang cacat yang sudah puluhan tahun menggeluti dunia pembuatan pot ini, menjelaskan digelarnya pelatihan membuat cetakan pot bunga tersebut bukan tanpa alasan. Hal itu dipicu oleh keterpurukan ekonomi yang didera para penyandang cacat di Kabupaten Jombang.
Dengan bertambahnya keterampilan itu, dia berharap akan bisa mendongkrak derajat ekonomi kawan-kawannya. Dalam arti, selepas pelatihan, masing-masing individu akan dapat mengembangkannya secara optimal. Sebab dengan meningkatnya penjualan bunga saat ini, secara tidak langsung akan didikuti pula lonjakan permintaan pasar pot bunga.
Meski demikian, hal itu bukan tanpa kendala. Salah satunya adalah daya promosi yang dimiliki oleh para penyandang cacat sangat minim. Hal itu dipicu oleh keterbatasan fisik yang mereka miliki. Sudah demikian, support pemerintah daerah juga sangat rendah.
Minimnya perhatian dari pemerintah mengakibatkan barang-barang yang mereka produksi tidak menyentuh pasar. “Misalnya, untuk pot bunga ini saja kita lebih menggantungkan pada pasar pesanan. Artinya, kalau ada yang pesan baru kita memproduksi. Sekali lagi, itu semua karena kondisi fisik yang terbatas,” ungkap Sugeng yang juga Ketua Kompac.
Lebih tegas, pria yang cacat sejak lahir ini, menerangkan jauh sebelum pihaknya menggelar pelatihan, sebenarnya pemerintah setempat juga pernah mengadakan hal serupa. Namun yang sangat disayangkan, pelatihan tersebut hanya seputar jahit menjahit, sehingga kurang menyentuh kebutuhan para penyandang cacat. “Padahal, penyandang cacat di sini keinginannya berbeda-beda, tidak hanya menjahit saja. Akibatnya, keinginan mereka tidak tersalurkan,” kata Mas Sugeng, panggilan akrabnya, getir. (amer) /
http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=23149&kat=Daerah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korban Ryan Tembus 11 Orang

Polisi akan menjerat Ryan dengan pasal hukuman mati. JOMBANG -- Halaman belakang rumah Very Idam Henyansyah (34 tahun) tak ubahnya kuburan massal. Sampai dengan Senin (28/7), 10 jenazah ditemukan di sana. Dengan demikian, korban pembunuhan yang dilakukan Ryan telah 11 orang. Bertambahnya jumlah korban pria gemulai itu diketahui setelah dilakukan penggalian lanjutan di belakang rumah Ryan di Desa Jatiwates, Kec Tembelang, Kab Jombang, Jawa Timur. Kemarin, polisi menemukan enam jenazah. Pada penggalian sebelumnya, polisi menemukan empat jenazah. Keberadaan enam mayat itu diketahui saat Ryan diperiksa di Markas Polda Jawa Timur. Ryan lalu digiring untuk menunjukkan lokasinya. Penggalian pun dilakukan delapan jam, mulai pukul 10.00 WIB. Ryan berada di lokasi dengan tangan dan kaki diborgol. Kepada polisi, kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Herman Sumawireja, Ryan mengatakan masih ada lima mayat. ''Tapi, kami menemukan enam,'' katanya saat menyaksikan penggalian. Mayat-mayat itu ...

Jelang Eksekusi Mati, Sumiarsih Isi Waktu Latih Napi Bikin Selimut

Kendati hendak di eksekusi mati. Sumiarsih , 65 , otak pembunuhan berencana lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto di Surabaya, 20 tahun silam, nampak pasrah menghadapi rencana eksekusi Kejagung bulan ini. Bahkan sesekali ia terlihat tegar bersama rekan-rekannya di LP Porong, dengan melakukan kegiatan membuat selimut dari tempat tisu. Dengan mengenakan seragam Napi (narapidana) Lapas Wanita Malang warna biru tua, mata Sumiarsih tampak sayu. Demikian pula wajahnya yang dihiasi garis-garis keriput juga terlihat lelah dan sayup. Namun, Mbah Sih, panggilan akrab- Sumiarsih di antara sesama napi, tetap ingin tampil ramah. "Saya habis bekerja di Bimpas (Bimbingan Pemasyarakatan). Bersama rekan-rekan membuat tempat tisu ini," kata Sumiarsih sambil menunjukkan beberapa hasil karyanya di ruang kantor Entin Martini, kepala Lapas Wanita Malang, yang berlokasi di kawasan Kebonsari, Sukun, itu. Sudah tiga bulan ini Sumiarsih aktif membimbing para wanita penghuni lapas membua...

galeri 1000 Puisi Untuk RA KARTINI

FOTO : DUTA/AMIR CASTRO Captoin : SIMBOL PERLWANAN KARTINI MELAWAN PENINDAS FEODAL. Sejumlah mahasiswa STKIP PGRI Jombang, peringati Hari Kartini dengan memajang karya mereka dalam tema 1000 Puisi Untuk RA KARTINI.