Langsung ke konten utama

Mengenal Sosok Tan Malaka


Tan Malaka yang ditembak mati tanggal 21 Februari 1949. Selama ini kematian Pahlawan Nasional Tan Malaka itu masih menjadi misteri sejak lebih dari setengah abad.

"Dia ditembak atas perintah Letnan Dua Soekotjo dari Batalyon Sikatan bagian Divisi Brawijaya, yang terakhir berpangkat brigadir jenderal dan pernah menjadi Wali Kota Surabaya. Data tersebut diperoleh dari kesaksian pelbagai pihak, seperti rekan gerilya Tan Malaka, anggota Batalyon Sikatan, keterangan warga desa dan tokoh-tokoh angkatan 1945," kata Poeze yang memulai riset Tan Malaka sejak tahun 1980 dengan menemui banyak tokoh nasional.

Harry Poeze yang juga Direktur KITLV Press (Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara) menambahkan, Tan Malaka ditembak di Desa Selo Panggung di kaki Gunung Wilis di Jawa Timur. Eksekusi yang terjadi selepas agresi militer Belanda ke-2 itu didasari surat perintah Panglima Daerah Militer Brawijaya Soengkono dan komandan brigade-nya, Soerahmat.

Petinggi militer di Jawa Timur menilai seruan Tan Malaka yang menilai penahanan Bung Karno dan Bung Hatta di Bangka menciptakan kekosongan kepemimpinan serta enggannya elite militer bergerilya dianggap membahayakan stabilitas. Mereka pun memerintahkan penangkapan Tan
Malaka yang sempat ditahan di Desa Patje.

Sebelum ditangkap, Tan Malaka memimpin gerilya melawan Belanda di Desa Belimbing. Dia juga mengimbau seluruh rakyat melakukan perjuangan semesta melawan Belanda, seperti yang dilakukan Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Tan Malaka, yang pada bulan September 1945 pernah disiapkan Bung Karno untuk memimpin Indonesia jika Proklamator mengalami bahaya sehingga tidak mampu bertugas, sempat lolos dari tahanan bersama 50 gerilya anti-Belanda yang dipimpinnya. Namun, Tan Malaka yang berpisah dan bergerak dalam rombongan kecil berjumlah enam orang ditangkap Letnan
Dua Soekotjo di Desa Selo Panggung yang berakhir dengan eksekusi.

Menurut Poeze, Menteri Sosial Republik Indonesia sudah setuju untuk mengerahkan tim forensik mencari sisa jenazah Tan Malaka. Tan Malaka sempat dijuluki "Bapak Repoebliek Indonesia" selepas medio 1920-an karena menerbitkan buku Naar Repoebliek Indonesia (Menuju Repoebliek Indonesia) dalam Bahasa Belada dan Melayu tahun 1924 di Kanton (sekarang Guangzhou), China. Diketahui, ratusan jilid buku tersebut diselundupkan ke Hindia Belanda dan diterima para tokoh pergerakan, termasuk pemuda Soekarno. Walhasil, Tan Malaka pun dikenal sebagai Bapak Repoebliek Indonesia jauh sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. (amir castro)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korban Ryan Tembus 11 Orang

Polisi akan menjerat Ryan dengan pasal hukuman mati. JOMBANG -- Halaman belakang rumah Very Idam Henyansyah (34 tahun) tak ubahnya kuburan massal. Sampai dengan Senin (28/7), 10 jenazah ditemukan di sana. Dengan demikian, korban pembunuhan yang dilakukan Ryan telah 11 orang. Bertambahnya jumlah korban pria gemulai itu diketahui setelah dilakukan penggalian lanjutan di belakang rumah Ryan di Desa Jatiwates, Kec Tembelang, Kab Jombang, Jawa Timur. Kemarin, polisi menemukan enam jenazah. Pada penggalian sebelumnya, polisi menemukan empat jenazah. Keberadaan enam mayat itu diketahui saat Ryan diperiksa di Markas Polda Jawa Timur. Ryan lalu digiring untuk menunjukkan lokasinya. Penggalian pun dilakukan delapan jam, mulai pukul 10.00 WIB. Ryan berada di lokasi dengan tangan dan kaki diborgol. Kepada polisi, kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Herman Sumawireja, Ryan mengatakan masih ada lima mayat. ''Tapi, kami menemukan enam,'' katanya saat menyaksikan penggalian. Mayat-mayat itu ...

Jelang Eksekusi Mati, Sumiarsih Isi Waktu Latih Napi Bikin Selimut

Kendati hendak di eksekusi mati. Sumiarsih , 65 , otak pembunuhan berencana lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto di Surabaya, 20 tahun silam, nampak pasrah menghadapi rencana eksekusi Kejagung bulan ini. Bahkan sesekali ia terlihat tegar bersama rekan-rekannya di LP Porong, dengan melakukan kegiatan membuat selimut dari tempat tisu. Dengan mengenakan seragam Napi (narapidana) Lapas Wanita Malang warna biru tua, mata Sumiarsih tampak sayu. Demikian pula wajahnya yang dihiasi garis-garis keriput juga terlihat lelah dan sayup. Namun, Mbah Sih, panggilan akrab- Sumiarsih di antara sesama napi, tetap ingin tampil ramah. "Saya habis bekerja di Bimpas (Bimbingan Pemasyarakatan). Bersama rekan-rekan membuat tempat tisu ini," kata Sumiarsih sambil menunjukkan beberapa hasil karyanya di ruang kantor Entin Martini, kepala Lapas Wanita Malang, yang berlokasi di kawasan Kebonsari, Sukun, itu. Sudah tiga bulan ini Sumiarsih aktif membimbing para wanita penghuni lapas membua...

Ledakan Tangis Pecah Digang Kecil

Dua Korban Ryan, Berangkat Ke Pusara JOMBANG – Ledakan tangis histeris dari dua tempat korban Very Idam Henyansyah alias Ryan (30), yakni Zainul Abidin alias Zaki (21) dan Agutinus Fitri Setiawan alias Wawan (28), muncul dari rumah duka, di gang kecil, saat mengiringi pemakaman dua jenazah menuju pusara, kemarin. Keberadaan dua rumah duka korban Ryan ini, yang sama-sama mempunyai ukuran 36 ini, berubah seketika saat prosesi peyerahan jenazah. Pihak petugas yang ikut mengawal jenazah pun sempat dibuat repot saat menurunkan jenazah dari mobil, lantaran kelurga korban sudah tak kuasa menahan tangis sembari menarik peti mati. Beberapa pelayatpun tercengang berjajar, di antara gang sempit yang hanya bisa di lalui motor itu. Meski deretan kursi sudah sejak pagi disiapkan oleh pihak perangkat desa yang ikut membantu proses pemakaman kedua jenazah. Namun, setidaknya gang sempit itu menjadi satu saksi tersendiri dari pemakaman kedua korban sang pria gemulai asal Maijo itu. Jenazah Zainul Abidi...