Kata Bung Hatta : Krisis Dunia Dipicu Oleh Kapitalisme
Muhammad Hatta atau yang dikenal dengan Bung Hatta pernah mengkritisi krisis dunia pada zaman Hindia Belanda. Kini, dunia kembali dilanda krisis dan Indonesia kembali lagi terkena dampaknya. Ada benang merah penyebab kesamaan krisis di Indonesia saat ini, yakni penjajahan bernama kapitalisme.
“Seluruh dunia sekarang ditimpa oleh suatu krisis yang mahahebat, lebih hebat lagi daripada krisis-krisis yang disediakan. Beribu-ribu perusahaan besar serta bank-bank jatuh pailit. Dan, berjuta-juta jumlahnya kaum buruh yang nganggur, sampai hidup dalam kesengsaraan.”
“Kemiskinan rakyat umum bertambah lama bertambah besar, sehingga kesanggupannya buat membeli benda-benda untuk dimakan dan perhiasan hidup semakin lama semakin kurang. Itu sebab, maka Indonesia tertarik juga dalam gelombang krisis ini, sekalipun tanahnya amat subur.”
Rangkaian kalimat tersebut dikemukakan M. Hatta dalam “Daulat Rakyat” edisi 26 November 1931, jauh sebelum Indonesia merdeka, yang notabene jauh sebelum ia menjadi Wakil Presiden (Wapres) pertama di negeri ini.
Nukilan pendapat dari Hatta tersebut mencerminkan kondisi Indonesia (Hindia Belanda saat itu). Namun, catatan Hatta agaknya dapat menjadi cermin dari keadaan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini. Ketika, dua zaman berhadapan di tengah kelesuan perekonomian dunia.
Dalam tulisan itu, Hatta memaparkan bagaimana sistem kapital kolonial menindas perekonomian rakyat dan mempunyai pengaruh besar terhadap hidup rakyat sehingga dengan mudah menarik perekonomian rakyat ke dalam gelombang krisis dunia.
“Sebelum modal barat masuk ke negeri kita sebagai motor perekonomian besar, rakyat Indonesia hidup dalam sederhana. Jumlah jiwanya sepadan dengan cara penghidupan sebagai bangsa tani dan sepadan pula dengan ruang tempat ia diam. Ia mempunyai penghasilan yang cukup buat dimakan, mempunyai kapal-kapal sendiri yang melayari lautan besar dan menyinggahi bandar-bandar yang jauh sampai ke Teluk Persia. Pendeknya, pertanian dan penghasilan, perdagangan dan pelayaran ada di tangan bangsa kita.”
“Akan tetapi, bangsa kasar dari barat datang sebagai saudagar ke tanah kita, cukup dengan alat senjata dan siap kalau perlu buat berperang. Dengan segera kaum saudagar tadi menjelma menjadi kaum militer. Perniagaan dan pelayaran Indonesia dimusnahkannya, pertanian rakyat dipaksa menghasilkan benda-benda yang dikehendaki oleh saudagar yang dipertuan.”
“Tiap-tiap orang asing yang datang ke Indonesia disuruh menonton pabrik-pabrik modern yang teratur betul, yang dijalankan modal barat dan dikemudikan oleh otak dan tenaga orang putih. Kepada musafir tadi, diperlihatkan angka-angka yang menyatakan besarnya produksi perusahaan barat itu, dan membuktikan artinya bagi perekonomian dunia.”
“Kemudian diperingatkan pula kepadanya, bahwa dunia barat nanti tidak akan dapat minum kopi dan teh, tidak akan makan gula dan obat kina dan lain-lainnya, jika sekiranya perusahaan barat itu lenyap dari Indonesia. Dan untuk menjaga keselamatan perusahaan-perusahaan itu haruslah pemerintahan kolonial kekal di Indonesia. Kalau Indonesia jadi merdeka, demikianlah kata kaum kapitalis barat, maka hal itu akan membahayakan perusahaan barat di Indonesia.”
“Kemudian, dikemukakan lagi alasan, supaya modal barat itu jangan ditimpa dengan balasting (pajak) yang berat. Karena, kalau ia diancam dengan balasting berat, nanti ia akan ditarik dari Indonesia dan dipindahkan ke atas padang perekonomian lain, sehingga urusan rumah tangga negeri nanti menjadi kocar-kacir.”
“Ini cuma gertak saja, karena kapital kolonial itu tidak mudah meninggalkan Indonesia. Karena, di mana ia dapat untung begitu besar, yang sampai 60 hingga 90 persen, selain di Indonesia?”
Hatta, ekonom yang menimba ilmu di Rotterdam, Belanda, sebagai anak zaman yang merasakan kejamnya penjajahan, tahu benar sisi gelap kapitalisme. Kapitalisme lahir dari rahim euforia abad pencerahan di daratan Eropa, mengunggulkan hak individu dan mengesahkan pemupukan modal pribadi tanpa batas, sebagai ganti dari sistem ekonomi feodal yang sebelumnya lebih menekankan sikap hidup komunal dan membatasi hak individu.
Abad pencerahan menandai penaklukan alam oleh kekuasaan manusia, melahirkan revolusi industri, dan mengesahkan kapitalisme guna meminyaki mulusnya gerak roda industri. Namun, manusia yang sedang keblinger oleh kejayaan akal rasionalnya pada abad itu tidak merasa cukup hanya menaklukkan alam, tetapi juga merasa perlu menundukkan manusia lainnya, sehingga mulailah abad baru kolonial di muka bumi.
Sekedar refleksi,,
Entah, negera ini milik siapa, rakyat kah? pengusaha kah? atau jangan-jangan milik negeri asing, yang mencoba menancapkan hegemoni ekonominya ke negara berkembang seperti indonesia ini.
Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kedua kalinya di lakukan oleh SBY-JK, kali ini membuat masyarakat bersedih hati. Buktinya, disaat masyarakat lagi kesusahan mencari pekerjaan dan penghasilan, pemerintah justru menaikkan bahan kebutuhan pokok nomor satu ini.
Pantas, kalau kebijakan dia kali ini bersifat politis. Sebab, selain menyengsarakan rakyat yang telah susah payah membangun negeri ini selama ber abad-abad. Kebijakan tersebut juga disinyalir atas dorongan bangsa asing. Alhasil, penyesuaian demi penyesuaian dengan harga di dunia menjadi satu alasan yang tidak boleh dibantah oleh siapapun. terlepas itu benar atau salah.
Kita coba tengok, berapa jumlah tambang minyak di negara kita ini ? berapa yang dikuasakan atas nama negara kita ? berapa hasil tambangnya perhari ? kemana larinya ? seperti apa sampai ke rakyat ? dan berapa tingkat konsumsi rakyat perhari ?
Jika kita bedah satu-persatu jawabanya akan panjang, tak lebih dan tak kurang. namun, bukan berarti kita akan mencoba menyederhanakan persoalan tersebut dengan mengalahkan pakar-pakar ekonom kita yang gosipnya mendapatkan penghargaan sebagai ahli ekonom dari Amerika Serikat.
namun, niat ini hanya sebatas membandingkan saja, apakah benar2 tidak ada solusi mengelola alam yang tercuri ini.
mf brsmbung,Ke; http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=28126&kat=Nasional
Muhammad Hatta atau yang dikenal dengan Bung Hatta pernah mengkritisi krisis dunia pada zaman Hindia Belanda. Kini, dunia kembali dilanda krisis dan Indonesia kembali lagi terkena dampaknya. Ada benang merah penyebab kesamaan krisis di Indonesia saat ini, yakni penjajahan bernama kapitalisme.
“Seluruh dunia sekarang ditimpa oleh suatu krisis yang mahahebat, lebih hebat lagi daripada krisis-krisis yang disediakan. Beribu-ribu perusahaan besar serta bank-bank jatuh pailit. Dan, berjuta-juta jumlahnya kaum buruh yang nganggur, sampai hidup dalam kesengsaraan.”
“Kemiskinan rakyat umum bertambah lama bertambah besar, sehingga kesanggupannya buat membeli benda-benda untuk dimakan dan perhiasan hidup semakin lama semakin kurang. Itu sebab, maka Indonesia tertarik juga dalam gelombang krisis ini, sekalipun tanahnya amat subur.”
Rangkaian kalimat tersebut dikemukakan M. Hatta dalam “Daulat Rakyat” edisi 26 November 1931, jauh sebelum Indonesia merdeka, yang notabene jauh sebelum ia menjadi Wakil Presiden (Wapres) pertama di negeri ini.
Nukilan pendapat dari Hatta tersebut mencerminkan kondisi Indonesia (Hindia Belanda saat itu). Namun, catatan Hatta agaknya dapat menjadi cermin dari keadaan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini. Ketika, dua zaman berhadapan di tengah kelesuan perekonomian dunia.
Dalam tulisan itu, Hatta memaparkan bagaimana sistem kapital kolonial menindas perekonomian rakyat dan mempunyai pengaruh besar terhadap hidup rakyat sehingga dengan mudah menarik perekonomian rakyat ke dalam gelombang krisis dunia.
“Sebelum modal barat masuk ke negeri kita sebagai motor perekonomian besar, rakyat Indonesia hidup dalam sederhana. Jumlah jiwanya sepadan dengan cara penghidupan sebagai bangsa tani dan sepadan pula dengan ruang tempat ia diam. Ia mempunyai penghasilan yang cukup buat dimakan, mempunyai kapal-kapal sendiri yang melayari lautan besar dan menyinggahi bandar-bandar yang jauh sampai ke Teluk Persia. Pendeknya, pertanian dan penghasilan, perdagangan dan pelayaran ada di tangan bangsa kita.”
“Akan tetapi, bangsa kasar dari barat datang sebagai saudagar ke tanah kita, cukup dengan alat senjata dan siap kalau perlu buat berperang. Dengan segera kaum saudagar tadi menjelma menjadi kaum militer. Perniagaan dan pelayaran Indonesia dimusnahkannya, pertanian rakyat dipaksa menghasilkan benda-benda yang dikehendaki oleh saudagar yang dipertuan.”
“Tiap-tiap orang asing yang datang ke Indonesia disuruh menonton pabrik-pabrik modern yang teratur betul, yang dijalankan modal barat dan dikemudikan oleh otak dan tenaga orang putih. Kepada musafir tadi, diperlihatkan angka-angka yang menyatakan besarnya produksi perusahaan barat itu, dan membuktikan artinya bagi perekonomian dunia.”
“Kemudian diperingatkan pula kepadanya, bahwa dunia barat nanti tidak akan dapat minum kopi dan teh, tidak akan makan gula dan obat kina dan lain-lainnya, jika sekiranya perusahaan barat itu lenyap dari Indonesia. Dan untuk menjaga keselamatan perusahaan-perusahaan itu haruslah pemerintahan kolonial kekal di Indonesia. Kalau Indonesia jadi merdeka, demikianlah kata kaum kapitalis barat, maka hal itu akan membahayakan perusahaan barat di Indonesia.”
“Kemudian, dikemukakan lagi alasan, supaya modal barat itu jangan ditimpa dengan balasting (pajak) yang berat. Karena, kalau ia diancam dengan balasting berat, nanti ia akan ditarik dari Indonesia dan dipindahkan ke atas padang perekonomian lain, sehingga urusan rumah tangga negeri nanti menjadi kocar-kacir.”
“Ini cuma gertak saja, karena kapital kolonial itu tidak mudah meninggalkan Indonesia. Karena, di mana ia dapat untung begitu besar, yang sampai 60 hingga 90 persen, selain di Indonesia?”
Hatta, ekonom yang menimba ilmu di Rotterdam, Belanda, sebagai anak zaman yang merasakan kejamnya penjajahan, tahu benar sisi gelap kapitalisme. Kapitalisme lahir dari rahim euforia abad pencerahan di daratan Eropa, mengunggulkan hak individu dan mengesahkan pemupukan modal pribadi tanpa batas, sebagai ganti dari sistem ekonomi feodal yang sebelumnya lebih menekankan sikap hidup komunal dan membatasi hak individu.
Abad pencerahan menandai penaklukan alam oleh kekuasaan manusia, melahirkan revolusi industri, dan mengesahkan kapitalisme guna meminyaki mulusnya gerak roda industri. Namun, manusia yang sedang keblinger oleh kejayaan akal rasionalnya pada abad itu tidak merasa cukup hanya menaklukkan alam, tetapi juga merasa perlu menundukkan manusia lainnya, sehingga mulailah abad baru kolonial di muka bumi.
Sekedar refleksi,,
Entah, negera ini milik siapa, rakyat kah? pengusaha kah? atau jangan-jangan milik negeri asing, yang mencoba menancapkan hegemoni ekonominya ke negara berkembang seperti indonesia ini.
Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kedua kalinya di lakukan oleh SBY-JK, kali ini membuat masyarakat bersedih hati. Buktinya, disaat masyarakat lagi kesusahan mencari pekerjaan dan penghasilan, pemerintah justru menaikkan bahan kebutuhan pokok nomor satu ini.
Pantas, kalau kebijakan dia kali ini bersifat politis. Sebab, selain menyengsarakan rakyat yang telah susah payah membangun negeri ini selama ber abad-abad. Kebijakan tersebut juga disinyalir atas dorongan bangsa asing. Alhasil, penyesuaian demi penyesuaian dengan harga di dunia menjadi satu alasan yang tidak boleh dibantah oleh siapapun. terlepas itu benar atau salah.
Kita coba tengok, berapa jumlah tambang minyak di negara kita ini ? berapa yang dikuasakan atas nama negara kita ? berapa hasil tambangnya perhari ? kemana larinya ? seperti apa sampai ke rakyat ? dan berapa tingkat konsumsi rakyat perhari ?
Jika kita bedah satu-persatu jawabanya akan panjang, tak lebih dan tak kurang. namun, bukan berarti kita akan mencoba menyederhanakan persoalan tersebut dengan mengalahkan pakar-pakar ekonom kita yang gosipnya mendapatkan penghargaan sebagai ahli ekonom dari Amerika Serikat.
namun, niat ini hanya sebatas membandingkan saja, apakah benar2 tidak ada solusi mengelola alam yang tercuri ini.
mf brsmbung,Ke; http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=28126&kat=Nasional
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,