Langsung ke konten utama

Kebijakan Neoliberal Lima Presiden Indonesia

Sudah lima presiden memimpin Indonesia. Tapi, belum ada satupun yang mampu mengantarkan negeri ini bermartabat, boro-boro menuntaskan masalah kedalutan rakyat, secara ekonomi maupun politik saja kita masih tetap tertindas oleh bangsa kita sendiri yang tidak lain selalu berkolaborasi dengan bangsa asing (kapitalis).

Lima Presiden semunya mempunyai ‘Catatan Hitam’. Baik mereka yang dipilih melalui mekanisme parlementer maupun langung, seperti SBY-JK pada tahun 2004 kemarin.

Ke-lima Presiden Indonesia, yang terpilih dan memimpin negera ini, selalu saja tunduk pada mekanisme Washington, yakni melalui konsensus yang diakomodasi dan di komandoi oleh IMF dan Word Bank, yang tidak lain mereka selalu mengamban watak neoli-beral. Akibatnya, setiap kebijakan, selalu saja meminggirkan masyarakat yang telah membelanya ketika kampanye dan sekaligus memilihnya.

Itulah potret sesungguhnya dari karakter presiden di Indonesia terutama Soeharto yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun lamanya.

Kegelisahan yang mendalam tentang peranan dan ketangguhan negara serta korporasi dalam menghadapi gejolak krisis baik pada tahap awal maupun pascakrisis. Indonesia selalu saja gagal dan tinggal landas setelah 32 tahun Orde Baru berkuasa. Berbagai kelemahan struktural dan penyimpangan prioritas masa Orde Baru tampak terlihat menkubu pada korporat asing Negara maju.

Meski Orba tercatat sebagai punggawa pertumbuhan ekonomi yang terbilang lumayan semasanya, namun, faktanya berbagai ketimpangan dan kerawanan di bidang ekonomi maupun sosial justru sangat menonjol. Puncaknya, polarisasi massa rakyat di Indonesia begitu terasa saat krisis ekonomi pada 1997-reformasi.

Transisi Indonesia

Transisi dari sistem otoriter ke sistem demokrasi sesungguhnya tidak membawa manfaat pada kemajuan negara maupun kesejahteraan rakyat. Lihat, proses pemilu maupun pilkada yang selalu saja diwarnai dan didominasi oleh politik uang.

Jika kecenderungan budaya ini terus berlanjut hingga merangsek masuk di daerah-daerah pada momentum pilkada. Dipastikan akan muncul banyak pertanyaan, yang bisa mengakibatkan deligitimasi terhadap kekuatan kekuasaan itu sendiri alias pemrintahan.

Kita coba bedah ketika politik uang itu terjadi di setiap pentas demokrasi, baik didaerah maupun di pusat. kita coba pertanyakan pada diri sendiri maupun pada politikus-politikus yang bermain. Apakah Demokrasi ada manfaatnya untuk rakyat ? Adakah ideologi dalam proses politik yang akan dibawa dan diperjuangkan itu ada ?. Jika semuanya itu tidak terjawab, tunggu saja proses komersialisasi dan dominasi politik uang dalam proses demokrasi di Indonesia itu akan berkembang dan tak dapat dicegah, seperti kebanyakan orang menyatakan maklum dengan adanya hal itu, lantaran tidak ada dasar hukum yang mampu menjerat pemain-pemain tersebut.

Ironis, jika kesemuanya itu terjadi. Apalagi, dalam kondisi dominasi pragmatisme dan politik uang yang begitu terasa, di negara kita. Indonesia sangat mudah sekali dipengaruhi oleh pandangan ekonomi ortodoks dan neoliberal yang mengecilkan peranan negara dalam peningkatan kesejahteraan rakyat.

Dari situ, Negara akan terkesan hanya memperjuangkan kepentingan elite saja, sedangkan rakyat dilepaskan kepada belas kasihan mekanisme pasar. Seperti misalnya, pencabutan berbagai subsidi di dalam bidang pendidikan dan kesehatan yang dihapuskan tanpa melihat perbedaan kemampuan ekonomis dari masyarakat itu sendiri. Padahal, di negara kapitalistik sekalipun, seperti di Eropa, tetap ada subsidi maupun bantuan keuangan di bidang pendidikan dan kesehatan untuk masyarakat yang tidak mampu.

Inilah kenapa kita harus mengajukan pertanyaan penting, Mengapa Indonesia batal tinggal landas ? Faktanya Pada 1967, negara-negara utama di Asia nyaris memiliki posisi yang hampir sama secara sosial dan ekonomi. Pada waktu itu, GNP per kapita Indonesia, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan China nyaris sama yaitu kurang dari US$100 per kapita.

Namun, setelah lebih dari 40 tahun, GNP per kapita negara-negara tersebut pada 2004, mengalami penurunan, Indonesia hanya bisa mencapai sekitar US$ 1.100, sedangkan Malaysia US$4.520, Korea Selatan US$14.000, Thailand US$2.490, Taiwan dan China hanya US$1.500. US$14.590.

Inilah faktanya jika Negara kita selalu mengalami kemunduran, akibat dominasi korporat-korporat asing yang masuknya justru dilegalkan oleh Undang-undang kita sendiri.

Mafia Berkeley

Kekuasaan dan peranan Mafia Berkeley nyaris 40 tahun berada di Indonesia, tidak satupun ada yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan mewariskan potensi sebagai salah satu negara gagal (failed state) di Asia.

Hal ini menunjukkan bahwa penyebab situasi tersebut adalah kebijakan Orde Baru dalam bidang ekonomi Indonesia terutama didukung oleh eksploitasi sumber daya alam (minyak bumi, hutan) dan peningkatan pinjaman luar negeri dari bantuan negara asing. Sementara, kemajuan ekonomi negara Asia Timur dan Tenggara lainnya terutama didukung oleh industrialisasi, ekspor, peningkatan produktivitas, dan daya saing nasional Secara keseluruhan tetap tidak berkembang bahkan bisa dikatakan hancur lebur, lantaran tidak satupun keadaan ekonomi kita berubah menjadi lebih baik, justru yang ada adalah penderitaan dan kesengsaraan yang diakibatkan dari berubahnya konsep ekonomi kita yang mengikuti teori-teori kapitalisme barat (Mafia barkeley).

Dari situ lah, Mafia Berkeley telah gagal membawa Indonesia menjadi negara yang sejahtera dan besar di Asia. Padahal mereka adalah golongan kaum terdidik yang bergelar Doctor dan professor hasil didikan amerika serikat “raja kapitalisme”. Walaupun indonesia juga didukung rezim otoriter selama nyaris 40 tahun.

Selain ketinggalan dari segi pendapatan per kapita, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki distribusi pendapatan paling timpang, stok utang paling besar, dan memiliki landasan struktural dan industri yang sangat rapuh, di bawah pengaruh dan kekuasaan Mafia Berkeley itu.

Utang yang besar dan habisnya kekayaan alam kita serta ditambah lagi dengan rusaknya hutan alam kita, ternyata tidak sebanding dengan penghasilan kita, hanya saja semua itu menghasilkan pendapatan per kapita sekitar US$1.100 dan pemenuhan kebutuhan dasar sangat minimum serta ketergantungan mental maupun finansial negara Indonesia terhadap utang luar negeri juga malah bertambah besar.

Kegagalan itu terjadi karena strategi dan kebijakan ekonomi politik akan selalu menempatkan Indonesia sebagai subordinasi alias kepanjangan tangan dari kepentingan global kapital negeri-negeri maju. Padahal, sudah banyak contoh jika tidak ada negara menengah satu pun yang berhasil meningkatkan kesejahteraannya dengan mengikuti model ekonomi Washington dan Konsensus yang digawangi IMF.

Ironisnya, justru situasi tersebut sangat diperparah dengan tidak adanya perubahan dalam arah kepemimpinan nasional di tingkatan presiden. Bahkan, semua presiden yang ada, semuanya masih tunduk pada kepentingan pasar yang bercorak neoliberalisme.

Presiden pascareformasi

Strategi pemulihan ekonomi yang diterapkan pemerintahan Indonesia pasca Soeharto sampai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang bergandengan dengan masfia kapitalisme asing (Kapitalisme Birokrat) serta Kabinet Indonesia bersatu hasil Greend Desaign IMF dan World Bank, seperti Sri Mulyani, Abu Rizal Bakri (Ical) dan Mar'i Elka Pangestu. Semuanya merupakan strategi yang mengorbankan kelompok masyarakat yang lebih luas demi kepentingan segelintir orang atau kelompok yang lebih kecil, dengan tetap menguasai perekonomian di Indonesia.

Berbagai kebijakan memang terdengar asing bagi masyarakat awam, namun merekalah yang paling terkena imbasnya dengan pemotongan tingkat kesejahteraan orang miskin melalui pengurangan subsidi, pengurangan nilai upah ril, penghancuran nilai tukar petani dan nelayan, serta penghapusan banyak kondisi kerja yang menguntungkan kaum buruh.

Sementara itu, dari hasil pencabutan subsidi yang kita kenal sebagai SAP (struktur Adjusment Program) atau program penyesuaian, negara donor internasional. Seperti Deregulasi, Provatisasi, Pencabutan Subsidi dari rakyat, serta pembebasan biaya masuk bagi modal asing yang ingin mengembangkan barang dagangannya di Indonesia.

Ironisnya asumsi dasar pemerintah dalam melakukan efisiensi dan privatisasi aset-aset BUMN kita, justru semuanya hanya untuk membayar utang ke negara donor internasional saja, tanpa dilakukan dengan permintaan penghapusan utang ke lembaga donor tersebut.

Inilah fakta dari sebuah ketidakadilan yang diperlihatkan secara nyata oleh pemerintah yang dipimpin oleh lima presiden Indonesia kita.


Selebihnya, semuanya kita serahkan pada hati nurani kita, yang memang masih mempunyai harapan untuk tetap berubah. Yakni melawan kapitalisme.(amir castro).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korban Ryan Tembus 11 Orang

Polisi akan menjerat Ryan dengan pasal hukuman mati. JOMBANG -- Halaman belakang rumah Very Idam Henyansyah (34 tahun) tak ubahnya kuburan massal. Sampai dengan Senin (28/7), 10 jenazah ditemukan di sana. Dengan demikian, korban pembunuhan yang dilakukan Ryan telah 11 orang. Bertambahnya jumlah korban pria gemulai itu diketahui setelah dilakukan penggalian lanjutan di belakang rumah Ryan di Desa Jatiwates, Kec Tembelang, Kab Jombang, Jawa Timur. Kemarin, polisi menemukan enam jenazah. Pada penggalian sebelumnya, polisi menemukan empat jenazah. Keberadaan enam mayat itu diketahui saat Ryan diperiksa di Markas Polda Jawa Timur. Ryan lalu digiring untuk menunjukkan lokasinya. Penggalian pun dilakukan delapan jam, mulai pukul 10.00 WIB. Ryan berada di lokasi dengan tangan dan kaki diborgol. Kepada polisi, kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Herman Sumawireja, Ryan mengatakan masih ada lima mayat. ''Tapi, kami menemukan enam,'' katanya saat menyaksikan penggalian. Mayat-mayat itu ...

Jelang Eksekusi Mati, Sumiarsih Isi Waktu Latih Napi Bikin Selimut

Kendati hendak di eksekusi mati. Sumiarsih , 65 , otak pembunuhan berencana lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto di Surabaya, 20 tahun silam, nampak pasrah menghadapi rencana eksekusi Kejagung bulan ini. Bahkan sesekali ia terlihat tegar bersama rekan-rekannya di LP Porong, dengan melakukan kegiatan membuat selimut dari tempat tisu. Dengan mengenakan seragam Napi (narapidana) Lapas Wanita Malang warna biru tua, mata Sumiarsih tampak sayu. Demikian pula wajahnya yang dihiasi garis-garis keriput juga terlihat lelah dan sayup. Namun, Mbah Sih, panggilan akrab- Sumiarsih di antara sesama napi, tetap ingin tampil ramah. "Saya habis bekerja di Bimpas (Bimbingan Pemasyarakatan). Bersama rekan-rekan membuat tempat tisu ini," kata Sumiarsih sambil menunjukkan beberapa hasil karyanya di ruang kantor Entin Martini, kepala Lapas Wanita Malang, yang berlokasi di kawasan Kebonsari, Sukun, itu. Sudah tiga bulan ini Sumiarsih aktif membimbing para wanita penghuni lapas membua...

galeri 1000 Puisi Untuk RA KARTINI

FOTO : DUTA/AMIR CASTRO Captoin : SIMBOL PERLWANAN KARTINI MELAWAN PENINDAS FEODAL. Sejumlah mahasiswa STKIP PGRI Jombang, peringati Hari Kartini dengan memajang karya mereka dalam tema 1000 Puisi Untuk RA KARTINI.