Gedung yang dulunya dipakai sebagai tempat proses belajar itu, sejak tiga tahun yang lalu tidak pernah dipakai, selain di minta desa dan disewakan kepada pemilik bengkel. Bangunan tersebut juga masih dipakai oleh pihak yayasan Citra Palapa Insani, untuk membuka play group.
Choirul Anwar, Kepala Sekolah SDN II, mengatakan gedung yang kini tidak ditempati tersebut masih merupakan hak milik negara. Setelah dimerger sejak bulan nopember 2005 itu kini tidak ditempati lagi. Sebab, selain jumlah muridnya sedikit, penggunaan gedung tersebut juga sangat tidak efektif lantaran akan membaung-buang biaya.
“Karena jumlah muridnya sedikit kira-kira berkisar 58 anak. Akhirnya pihak UPTD meminta untuk dimerger dengan SDN I Dapurkejambon,” terangnya.
Dikatakan dia, proses merger yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan setempat, melalui UPTD Jombang, sebenarnya sudah memunculkan berbagai kesepakatan-kesepakatan. Diantaranya, gedung itu akan dijadikan sebagai sarana praktikum oleh murid-murid SDN I yang tak jauh dari lokasi SDN II serta aset yang tertinggal ini juga telah dikuasakan penuh kepada SDN Dapur Kejambon I.
“Karena keputusan itu tidak ada tindak lanjutnya, akhirnya pihak desa memaksa mengambil alih gedung itu. Bahkan, gedung itu juga sempat disewakan ke salah satu pemilik bengkel las,” terang Kasek SDN II yang sekarang menjadi Kasek SDN I Dapurkejambon, Jombang itu.
Ia mengaku, rencananya gedung yang memiliki 6 ruang itu, akan di optimalkan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Salah satunya adalah digunakan sebagai Laboratorium. Namun, akibat keberadaan bengkel Las itu, maka pihak sekolah merasa terganggu.
”Bisa dibayangkan mas, ketika ada kegiatan belajar disitu, dibarengi dengan suara bising mesin diesel, dan bunyi-bunyian yang sangat mengganggu anak-anak saat kegiatan,” jelas Choiril yang juga merencanakan bahwa gedung itu akan digunakan untuk kegiatan TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an).
Dikatakan dia, sebetulnya sebelum gedung tersebut di tempati oleh tukang las. Pihaknya sekolah juga sempat melakukan berbagai aktvitas pelajaran diluar gedung sekolah baru itu.
“Kegiatan belajar diluar sambil menikmati alam juga pernah dilaksanakan di halaman gedung SDN II yang sekarang ditempati bengkel las itu. Tapi, sekarang sudah tidak lagi semenjak di minta oleh pihak desa,” akunya.
Ia mengaku, keberadaan bengkel Las itu di picu oleh inisiatif pihak Desa Dapurkejambon. Melalui Kepala Desanya gedung beserta tanah itu di minta untuk dikelola oleh masyarakat, dengan alasan untuk penambahan kas desa.
“Karena sudah tidak digunakan, akhirnya pihak desa memutuskan untuk disewakan ke pengusaha bengkel las itu,” tandas Choirul.
Lebih jauh, Choirul menyangkan apabila aset itu tidak digunakan sesuai dengan kebutuhan pendidikan, baik unutk menunjang kreatifitas murid maupun untuk kegiatan-kegiatan di luar jam pelajaran. Menurut ia, selain menelantarkan aset tersebut, keberadaan bengkel las itu juga sangat tidak pantas berdiri di dalam areal bangunan sekolah.
“Meski tidak ditempati lagi, taman sekolahnya kan tidak harus dibongkar. Kalau dibongkar kan yang rugi negara, wong bangunnya pakai duit negara kok,” keluh Cholirul.
Sementara Imam Hanafi, kades Dapurkejambon, saat di konfirmasi membantah jika pihak desa telah mengambil alih lahan itu. Bahkan ia mengaku tidak tahu menahu soal penyewaan gedung sekolah yang dilakukan oleh pihak desa tersebut.
”Pihak kami tidak tahu soal akad penyewaan gedung tersebut, sebab yang melakukan adalah Pak Sukadiono, lurah lama,” kilah mantan sekdes saat ditemui di balai desa dapurkejambon itu.
Saat ditanya mengenai kontribusi dari bengkel las yang kebetulan lokasinya berdekatan dengan balai desa. Imam mengatakan, jika memang ada kontribusi dari bengkel tersebut, namun hanya biaya listrik saja.
”Karena listriknya ngambil dari kantor, maka untuk biayanya, semuanya ditanggung oleh pemilik bengkel itu, sebab dia juga ikut nyalur listrik dari balai desa ini,” pungkas Hanafi.(amir castro)
Choirul Anwar, Kepala Sekolah SDN II, mengatakan gedung yang kini tidak ditempati tersebut masih merupakan hak milik negara. Setelah dimerger sejak bulan nopember 2005 itu kini tidak ditempati lagi. Sebab, selain jumlah muridnya sedikit, penggunaan gedung tersebut juga sangat tidak efektif lantaran akan membaung-buang biaya.
“Karena jumlah muridnya sedikit kira-kira berkisar 58 anak. Akhirnya pihak UPTD meminta untuk dimerger dengan SDN I Dapurkejambon,” terangnya.
Dikatakan dia, proses merger yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan setempat, melalui UPTD Jombang, sebenarnya sudah memunculkan berbagai kesepakatan-kesepakatan. Diantaranya, gedung itu akan dijadikan sebagai sarana praktikum oleh murid-murid SDN I yang tak jauh dari lokasi SDN II serta aset yang tertinggal ini juga telah dikuasakan penuh kepada SDN Dapur Kejambon I.
“Karena keputusan itu tidak ada tindak lanjutnya, akhirnya pihak desa memaksa mengambil alih gedung itu. Bahkan, gedung itu juga sempat disewakan ke salah satu pemilik bengkel las,” terang Kasek SDN II yang sekarang menjadi Kasek SDN I Dapurkejambon, Jombang itu.
Ia mengaku, rencananya gedung yang memiliki 6 ruang itu, akan di optimalkan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Salah satunya adalah digunakan sebagai Laboratorium. Namun, akibat keberadaan bengkel Las itu, maka pihak sekolah merasa terganggu.
”Bisa dibayangkan mas, ketika ada kegiatan belajar disitu, dibarengi dengan suara bising mesin diesel, dan bunyi-bunyian yang sangat mengganggu anak-anak saat kegiatan,” jelas Choiril yang juga merencanakan bahwa gedung itu akan digunakan untuk kegiatan TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an).
Dikatakan dia, sebetulnya sebelum gedung tersebut di tempati oleh tukang las. Pihaknya sekolah juga sempat melakukan berbagai aktvitas pelajaran diluar gedung sekolah baru itu.
“Kegiatan belajar diluar sambil menikmati alam juga pernah dilaksanakan di halaman gedung SDN II yang sekarang ditempati bengkel las itu. Tapi, sekarang sudah tidak lagi semenjak di minta oleh pihak desa,” akunya.
Ia mengaku, keberadaan bengkel Las itu di picu oleh inisiatif pihak Desa Dapurkejambon. Melalui Kepala Desanya gedung beserta tanah itu di minta untuk dikelola oleh masyarakat, dengan alasan untuk penambahan kas desa.
“Karena sudah tidak digunakan, akhirnya pihak desa memutuskan untuk disewakan ke pengusaha bengkel las itu,” tandas Choirul.
Lebih jauh, Choirul menyangkan apabila aset itu tidak digunakan sesuai dengan kebutuhan pendidikan, baik unutk menunjang kreatifitas murid maupun untuk kegiatan-kegiatan di luar jam pelajaran. Menurut ia, selain menelantarkan aset tersebut, keberadaan bengkel las itu juga sangat tidak pantas berdiri di dalam areal bangunan sekolah.
“Meski tidak ditempati lagi, taman sekolahnya kan tidak harus dibongkar. Kalau dibongkar kan yang rugi negara, wong bangunnya pakai duit negara kok,” keluh Cholirul.
Sementara Imam Hanafi, kades Dapurkejambon, saat di konfirmasi membantah jika pihak desa telah mengambil alih lahan itu. Bahkan ia mengaku tidak tahu menahu soal penyewaan gedung sekolah yang dilakukan oleh pihak desa tersebut.
”Pihak kami tidak tahu soal akad penyewaan gedung tersebut, sebab yang melakukan adalah Pak Sukadiono, lurah lama,” kilah mantan sekdes saat ditemui di balai desa dapurkejambon itu.
Saat ditanya mengenai kontribusi dari bengkel las yang kebetulan lokasinya berdekatan dengan balai desa. Imam mengatakan, jika memang ada kontribusi dari bengkel tersebut, namun hanya biaya listrik saja.
”Karena listriknya ngambil dari kantor, maka untuk biayanya, semuanya ditanggung oleh pemilik bengkel itu, sebab dia juga ikut nyalur listrik dari balai desa ini,” pungkas Hanafi.(amir castro)
Aduh ironis sekali ya,emang bagus sich punya pemikiran kreatif tapi kalo yang di pake itu adalah milik negara dan sangat berpengaruh apalagi tempat untuk memberikan ilmu kpd generASI penerus bangsa.Moga sadar aja yang pake itu sekolah...
BalasHapus