Langsung ke konten utama

Vonis Sesat Bakor Pakem Soal Ahmadiyah Dinilai Langgar Konstitusi

JOMBANG – Vonis sesat yang di jatuhkan Badan Kordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) kepada Jamaah Ahmadiyah, menuai protes dari sejumlah kalangan aktivis pembela Islam, kemarin (20/04). Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur, menganggap pemerintah sudah melanggar konstitusi dan Undang-undang.

Selain menuding pemerintah telah gagal melaksanakan isi konstitusi dalam menjamin kebebasan beragama. Dalam pernyataan sikapnya, JIAD Jatim juga mendesak kepada pemerintah melalui Kejaksaan Agung RI Bakorpakem dan Departemen Agama (Depag) RI, Depdagri dan Depkumham agar secepatnya membatalkan rencana penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pelarangan Ahmadiyah beraktivitas. Pasalnya, selain tidak mencerminkan toleransi antar umat beragama hal itu juga dinilai telah membatasi ruang gerak kebebasan berkeyakinan di Indonesia, yang justru telah diatur dan dilindungi oleh Undang-undang.
“Sikap pemerintah dalam hal ini, Kejaksaan Agung RI Bakor Pakem dan Departemen Agama, jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan UU seperti UU 39/1999 dan UU 12/2005, yang menyebutkan bahwa setiap warga negara berkedudukan sama dan setara di depan hukum dan pemerintahan,” tegas Aan Anshori salah satu dewan presedium JIAD Jatim ini.
Menurut Aan, adanya pelarangan terhadap keberadaan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), berarti pemerintah ikut andil dalam melegalkan aksi anarkisme di masyarakat. Pemerintah yang telah menyiapkan surat pembekuan dan pelarangan aktifitas kelompok Ahmadiyah sangat berakibat pada terbukanya ruang yang memicu munculnya eskalasi konflik di tingkat horizontal.

“Ini sekaligus merupakan pelecehan terhadap martabat bangsa Indonesia sebagai bangsa beradab yang menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia. Kita akan dorong dilakukannya upaya hukum di tingkat nasional maupun internasional. Dengan begitu akan ada jaminan kebebasan dan berkeyakinan di Indonesia,” katanya.
Aan menyatakan, keputusan Bakor Pakem itu menunjukkan adanya sekenario yang sangat panjang yang diduga telah di desain pemerintah untuk melanggar konstitusi dan hukum. Sebab, lembaga negara selalu saja melarang kebebasan berkeyakinan dan beragama dengan alasan sesat.
“Ini menandaskan bahwa ada desain yang panjang untuk mengeliminir salah satu golongan. Bahkan dengan begitulah mereka dapat disingkirkan, tak berarti dengan alat negara, hembusan isu sesat sudah bisa menjadi senjata,” katanya.
Dikatakan Aan, dengan kondisi ini, JIAD akan tetap mendesak Presiden untuk memerintahkan aparatnya di bawah jajarannya untuk menaati konstitusi dan UU tentang Perlindungan kebebasan beragama, termasuk kebebasan menafsir dan mengamalkan ajaran agama yang sesuai dengan keyakinan dan hati nurani pemeluknya.
“Kalau negara campur tangan dengan keyakinan beragama kita. Justru malah melegalkan konflik dan pelanggaran terhadap pancasila,” imbuh Aan.
Sementara, KH Ibnu Athoillah, mengatakan, bahwa pelerangan Ahmadiyah semakin mempetegas ketidak demokratisannya sikap pemerintah. Apalagi, hal itu juga menandaskan bahwa negara dan kekuasan sudah “berselingkuh” dengan kelompok agama mayoritas.
“Saya kira Islam mempunyai cacatan buruk yang cukup panjang dalam fenomena Ahmadiyah ini. Apalagi, pelarangan tersebut selalau saja di picu dari kepentingan salah satu golongan,” tegas pengasuh Ponpes Raudhatul Muta'allimin Probolinggi ini.
Menurut Gus Atho'- panggilan akrab-KH Ibnu Athoillah ini mengatakan, jika mengacu pada 12 butir yang dibuat, JAI masih mengakui ketuhanan Islam, Allah Swt dan Muhammad Saw sebagai rasul.
”Saya kira mereka tetap Islam. Syahadatnya saja juga sama dengan kita. Bisa di crosscheck di beberapa kitab yang mu’tabar di kalangan NU pun, seperti di Al Muwafaqot karya As Syathibi maupun kitab Fiqh Al Islam Wa Adillatihi karya Wahbah Az Zuhaili. Ini kebenaran dan itu harus di tunjukkan,” terangnya.
Ia juga mengatakan, bahwa pelarangan terhadap aktivitas Ahmadiyah semakin mempertegas akan berbahaya apabila negara atau kekuasaan 'berselingkuh' dengan kelompok agama mayoritas. Ia menilai, Islam mempunyai catatan buruk yang cukup panjang terhadap fenomena ini.
Pelarangan ini merupakan langkah mundur dari peradaban yang dibangun di negeri ini. Hal ini lebih dikarenakan tidak adanya lagi ruang dialog yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh agama,” sambungnya.
Senada, Supriyanto, Direktur Institute for Human Rights and Social Transformation INTHRUST Tulungagung, bahwa Indonesia harus malu ketika melakukan pelarangan atas keyakinan sebuah kelompok. Ia juga mencontohkan sejumlah negara-negara sekuler di Eropa seperti Inggris sangat melindungi kelompok agama tertentu.
Mereka bisa hidup tentram tanpa ada gangguan, termasuk Ahmadiyah. Jadi, kita yang dikenal sebagai mayoritas berpenduduk muslim, tidak seharusnya bersikap takut untuk membela kepentingan mereka. Bahkan siap menampungnya,” ujarnya.
Supriyanto juga menyatakan, siap membangun rumah aman (shelter) untuk pengikut Ahmadiyah yang mengalami tindak kekerasan. Gabungan 15 elemen pembela Islam ini meminta setiap pucuk pimpinan baik di daerah maupun di tingkat propinsi untuk tetap menjaga kondusifitas di masyarakat.
JIAD siap menampung korban kekerasan dan memberikan perlindungan kepada jamaah Ahmadiyah. Karena jelas, ini tindakan pelecehan terhadap martabat bangsa indonesia sebagai bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Supri.
Terpisah, KH Shalahuddin Wahid (Gus Sholah) juga mengharapkan agar MUI dan Aparat Keamanan senantiasa menjaga kondusifitas di bawah. Agar jangan sampai ada tindakan kekerasan terhadap Ahmadiyah meski pembubaran dan pelarangan yang dieluarkan Bakor Pakam sudah menyebar kemana-mana.
“Yang penting oramas-ormas islam ini menyampaikan pesan ke seluruh masyarakat. Sebab, jika tidak, tindakan kekerasan akan semakin merugikan, baik bagi warga Ahmadiyah maupun tidak,” pinta Adik kandung Gus Dur ini.
Menurut Gus Sholah, perlindungan dan jaminan terhadap Ahmadiyah baik menyangkut orangnya maupuan harta bendanya, harus di jamin pemerintah.
“Saya berharap bahwa pemerintah menjamin keselamatan warga Ahmadiyah, baik harta pengikutnya maupun harta bendanya,” tandasnya.
Pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang ini juga mengharapkan, agar kasus pelarangan aktivitas Ahmadiyah ini di selesaikan secara hukum.
“Mestinya, secara hukum diselesaikan. Entah melalui judicial reviuw atau sepeerti apa yang jelas jangan sampai ada tindakan kekerasan, itu saja yang kami harapkan,” pungkasnya.(amer).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korban Ryan Tembus 11 Orang

Polisi akan menjerat Ryan dengan pasal hukuman mati. JOMBANG -- Halaman belakang rumah Very Idam Henyansyah (34 tahun) tak ubahnya kuburan massal. Sampai dengan Senin (28/7), 10 jenazah ditemukan di sana. Dengan demikian, korban pembunuhan yang dilakukan Ryan telah 11 orang. Bertambahnya jumlah korban pria gemulai itu diketahui setelah dilakukan penggalian lanjutan di belakang rumah Ryan di Desa Jatiwates, Kec Tembelang, Kab Jombang, Jawa Timur. Kemarin, polisi menemukan enam jenazah. Pada penggalian sebelumnya, polisi menemukan empat jenazah. Keberadaan enam mayat itu diketahui saat Ryan diperiksa di Markas Polda Jawa Timur. Ryan lalu digiring untuk menunjukkan lokasinya. Penggalian pun dilakukan delapan jam, mulai pukul 10.00 WIB. Ryan berada di lokasi dengan tangan dan kaki diborgol. Kepada polisi, kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Herman Sumawireja, Ryan mengatakan masih ada lima mayat. ''Tapi, kami menemukan enam,'' katanya saat menyaksikan penggalian. Mayat-mayat itu ...

Jelang Eksekusi Mati, Sumiarsih Isi Waktu Latih Napi Bikin Selimut

Kendati hendak di eksekusi mati. Sumiarsih , 65 , otak pembunuhan berencana lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto di Surabaya, 20 tahun silam, nampak pasrah menghadapi rencana eksekusi Kejagung bulan ini. Bahkan sesekali ia terlihat tegar bersama rekan-rekannya di LP Porong, dengan melakukan kegiatan membuat selimut dari tempat tisu. Dengan mengenakan seragam Napi (narapidana) Lapas Wanita Malang warna biru tua, mata Sumiarsih tampak sayu. Demikian pula wajahnya yang dihiasi garis-garis keriput juga terlihat lelah dan sayup. Namun, Mbah Sih, panggilan akrab- Sumiarsih di antara sesama napi, tetap ingin tampil ramah. "Saya habis bekerja di Bimpas (Bimbingan Pemasyarakatan). Bersama rekan-rekan membuat tempat tisu ini," kata Sumiarsih sambil menunjukkan beberapa hasil karyanya di ruang kantor Entin Martini, kepala Lapas Wanita Malang, yang berlokasi di kawasan Kebonsari, Sukun, itu. Sudah tiga bulan ini Sumiarsih aktif membimbing para wanita penghuni lapas membua...

galeri 1000 Puisi Untuk RA KARTINI

FOTO : DUTA/AMIR CASTRO Captoin : SIMBOL PERLWANAN KARTINI MELAWAN PENINDAS FEODAL. Sejumlah mahasiswa STKIP PGRI Jombang, peringati Hari Kartini dengan memajang karya mereka dalam tema 1000 Puisi Untuk RA KARTINI.