Proyek pendataan ulang di Desa Pucangsimo, Jombang, untuk penetapan SPPT (surat pembayaran pajak terhutang) tahun depan yang seharusnya gratis disinyalir diduga jadi ajang pungli pihak terkait. Setiap warga yang tanahnya kena klasiran (pengukuran) ditarik hingga Rp 3 juta. Benarkah?
Laporan ; M Amir Syarifuddin. (JOMBANG)
Mencuatnya dugaan kasus dugaan pungli itu bermula dari pengaduan tertulis warga Desa Pucang Simo, Kecamatan Bandar Kedung Mulyo, kepada Bupati Jombang, Kapolres dan DPRD. Dalam laporan tersebut, warga mengaku telah dipungut sejumlah uang berdasarkan luasan tanah yang terkenan pengukuran .
Untuk penerbitan satu lembar SPPT dengan wajib pajak baru ditarik Rp 50 ribu hingga Rp 3.juta. Padahal sesuai ketentuan dari Kantor PBB (pelayanan pajak dan bumi) Mojokerto, dalam proses perubahan atau balik nama SPPT untuk verifikasi atau perbaikan NJOP (nilai jual objek pajak) ditetapkan gratis.
“Sesuai dengan pantauan saya, tidak ada sama sekali aturan yang menyatakan ada tarikan biaya untuk penerbitan STTP itu. Semuanya gratis dan tanpa pungutan. Jika ada itu namanya pungli,” ungkap Budi.Asi, salah satu korban pungli klasiran sekaligus pelapor skandal aparat birokrasi tingkat bawah ini.
Dia menjelaskan, kecurigaan adanya aksi pungut-memungut tersebut terjadi sebab tarikan antara wajib pajk bervariasi. Beberapa warga yang menolak tarikan itu diancam tidak akan menerima SPPT. Merasa haknya di injak-injak perwakilan warga sepakat mengusung kasus ini ke Polres Jombang.
Kasatreskrim Polres Jombang, AKP Irfan, yang dikonfirmasi mengenai adanya dugaan pugli yang melibatkan beberapa perangkat Di Desa Pucang Simo, mengatakan kasus ini masih dalam proses pendalaman polisi.
Kata dia, saat ini baru dilakukan pemeriksaan awal terhadap beberapa saksi untuk dimintai keterangan. Sesuai surat yang diterbitkan Satreskrim No 124/III/2008 tertanggal 27 Maret 2008 beberapa perangkat desa set empat yakni Ali Maksum dan Sair diperiksa di Polres Jombang.
Kendati ada dugaan penyimpangan kewenangan oleh perangkat desa dalam proyek tersebutt, namun polisi terkesan hati-hati dalam menangani kasus tersebut.
“Kita masih menunggu hasil konsultasi dengan bagian hukum pemkab. Karena bisa jadi dalam perdes (peraturan desa) di mungkinkan adanya penarikan biaya. Jadi, jangan sampai nanti malah salah langkah dalam menangani masalah ini,” tegas Irfan.
Dalam pemeriksaan kasus ini, penyidik menggunakan pasal 374 KUHP tentang dugaan penyalagunaan kewenangan dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2001.
“Tetapi kesimpulannya masih jauh. Setelah ada bukti kuat baru kita tingkatkan statusnya,” tandas dia. (amer)
/http://www.dutamasyarakat.com/rubrik.php?id=27343&kat=Daerah
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,