JOMBANG – Pelaksanaan Operasi Pasar (OP) minyak goreng bersubsidi di Jombang terancam gagal. Pasalnya, Pemerintah Kabupaten (pemkab) sendiri khawatir jika OP tersebut dapat menimbulkan konflik horisontal.
Menurut pemerintah, selain tidak mau ambil resiko, OP yang di deadline harus terlaksana pada akhir bulan April ini dirasa masih kurang dari jatah yang dibutuhkan. Sebab patokan jatah yang ditetapkan dari pemprov hanya 53.000 KK miskin saja, sementara data warga miskin di Jombang tercatat 78.000 KK.
“Jatah ini lah yang masih kita pertimbangkan. Sebab jatahnya tidak mencukupi. Jadi, kalaupun ini dilaksanakan dan ada yang tidak kebagian bisa berpotensi konflik,” ujar Ali Fikri Wakil Bupati Jombang, saat ditemuai di gedung Bung Tomo, kemarin.
Ia mengaku, jika jatah dari propinsi sebanyak 53ribu KK itu tetap di distribusikan, konsekwensinya sebanyak 21ribu KK miskin di Jombang bakal melakukan protes.
“Kalau ini tetap dilaksanakan, kosekwensinya, situasi Jombang bisa saja tidak kondusif. Apalagi, ini menjelang pelaksanan Pilkada,” tandasya.
Namun, ia juga tak menampik, apabila Jombang belum melakukan OP pada Bulan April ini, dipastikan subsidi migor yang sudah disiapkan oleh pemerintah propinsi itu hangus.
“Dead line kita sampai akhir Arpil ini, jadi, kalaupun koordinasi dengan pihak pemprov nanti berhasil, dipastikan rencana OP terbatas bisa di laksanakan secepatnya,” terangnya.
Terpisah, Kadis Deperindagkop Jombang Ja'far Jazuli, mengatakan, bahwa total jumlah minyak goreng bersubsidi untuk Kabupaten Jombang sebanyak 1.130.438 liter. Jumlah itu, diperuntukan bagi warga miskin sekitar 565 Kepala Keluarga (KK). Masing-masing KK akan mendapatkan minyak goreng curah 2 kilogram.
Dari jumlah total tersebut akan dikuncurkan bertahap selama enam bulan. Tahap pertama dalam bulan April sebanyak 209.000 liter diperuntukan bagi warga miskin tersebar pada 21 Kecamatan, dengan asumsi masing-masing kecamatan mendapat 10.000 liter. Harga tebus bagi warga miskin dibawah harga eceran, karena besarnya subsidi mencapai Rp 2.500 per KK.
“Dana subsidi tidak bisa diberikan secara tunai kepada warga miskin. Yang bisa mengkomplain ke pemerintah dalam hal ini Deperindagkop Jawa Timur adalah distributor daerah kabupaten. Sebab itulah secara teknis dalam pelaksanaan OP Migor ini kami sangat hati-hati,” ungkap Ja'far.
Sementara itu, Ruhayah (42) salah satu pedagang minyak goreng yang ada di pasar legi mengatakan, bahwa gagalnya OP Migor ini sangat disesalkan olehnya. Sebab, kata dia, harga migor di pasaran sudah mulai bergerak naik dan langka.
“Harga migor curah Rp 10.850/liter-Rp 11.000/liter, padahal harga normalnya sebelum terjadi lonjakan Rp 8.000/liter. Apalagi, minyak goreng kemasan sudah mulai menghilang sejak dua bulan yang lalu,” terangnya.(amer castro)/
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,