Langsung ke konten utama

Jerit Hati Dibalik Jeruji

Devid Surati Keluarga, Kemat Mencoba Bunuh Diri

“Saya bernama Devid Eko P menyatakan bahwa saya tidak tau dan tidak melakukan perbuatan pembunuhan terhadap Muh Asrori.

Dan saya berani bersumpah demi Allah, demi Al-Qur'an, dan demi langit dan bumi saya benar-benar dan sejujurXXnya tidak melakukan semua, dari awal sampai ahkir.

Saya tidak kuat atas pukulan bapak pulisi bandar. Saya dipukuli sampai babak belur dan bahkan bapak pulisi menodongkan pistolnya ke perut saya dan ke kepala saya.

Dan akhirnya saya asa-asalan menjawab keterangan palsu lantaran saya dipukulin terus bertubi2 tiada henti.

Dan wakti saya disidik sama Imam Khambali saya dipaksa untuk megakuinya padahal didalam hati saya tidak berbuat apa-apa.

Dan waktu rekontruksi saya merasa tidak melakukan itu. Semua yang saya lakukan hanyalah unsur paksaan. Dan waktu saya dipertemukan sama Sugik saya disuruh jawab "ya".

Dan waktu sidang saya dihasut orang untuk melibatkan Maman Sugianto ikut dalam pembunuhan ini. Padahal yang sebenarnya saya tidak tau apa-apa dan tidak mengerti apa-apa.

Saya berani disumpah apapun dan disaksikan kedua orang tua saya dan keluarga saya. Saya benar-benar tidak tau dan tidak melakukan pembunuhan ini”.

Itulah penggalan dari sepucuk surat dari balik terali besi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas Jombang). Dimana Devid Eko P dan M Khambali alias Kemat menghabiskan waktunya selama satu tahun usai di vonis membunuh Asrori alias Aldo (24), warga Desa Kalang semanding, Perak, Jombang.


Praktis, secuil harapan 'aroma bebas' dari 2 terpidana yakni M Khambali alias Kemat dan David Eko Prianto ini, juga dirasakan oleh sejumlah kerabat dekatnya, usai tuduhan terhadap Devid Eko Prianto (19) yang tidak lain adalah anak pertama dari pasangan Siti Rokhanah (38) dan Agus Sunarto (42), adalah korban salah tangkap polisi.

Sebenarnya, jauh sebelum hasil tes DNA dan pengakuan Ryan muncul ke publik, Siti yakin jika Devid tidak pernah terlibat dalam kasus pembunuhan itu. Kata dia, kenyataan itu didasarkan pada keseharian anaknya yang cukup pendiam. Sudah begitu, pihaknya juga pernah menerima surat pengakuan dari Devid yang ditulis dari balik jeruji besi.

“Saya yakin, anak saya tidak bersalah,” ujar Siti, getir saat ditemui Duta di rumahnya, kemarin.

Goresan hati Devid atas pengakuannya dalam kasus pembunuhan Asrori, yang membuatnya mendekam di balik jeruji besi lapas Jombang, ditulis di sebuh secarik kertas. Tulisan tangan itu ia terima seminggu setelah palu hakim diketuk. Tepatnya ketika Siti dan keluarga membesuk alumnus SMK PGRI 1 Kertosono di lapas Jombang.

Dalam surat yang ditulis dengan bahasa yang sederhana itu Devid mengungkapkan jeritan hatinya. Siksaan demi siksaan yang dilakukan selama penyidikan di Polsek Bandar Kedungmulyo tergambar jelas dalam surat itu.

Bahkan diakhir tulisannya, bocah kelahiran 13 Desember 1988 ini berani bersumpah demi Allah dan Al-Qur’an bahwa dirinya tidak pernah melakukan tindakan keji itu.

“Saya di paksa oleh Bapak pulisi untuk mengakuinya,” tulis Devid, dalam lembaran kertas tersebut, polos.

Bukan hanya itu, dalam surat yang masih disimpan oleh Siti Rohana tersebut, Devid juga mengaku telah di pukuli sampai babak belur dan ditodong pistol oleh salah seorang anggota polsek Bandar Kedungmulyo. Todongan senjata api itu diarahkan tepat di perut dan kepalanya.

Siti yang ditemui dirumahnya Desa Ngemplak Kecamatan Perak, Jombang sangat menyayangkan vonis 12 tahun yang telah diketuk oleh hakim. Petaka itu berawal dari penyidikan polisi yang meyakinkan bahwa Devid – Kemat (Imam Hambali) adalah pelaku pembunuhan di kebun tebu.

Berkas perkara pun mengalir ke kejaksaan, lalu menggelinding ke pengadilan. Di Pengadilan Negeri Jombang Devid di vonis 12 tahun dan Kemat diputus 17 tahun penjara. Praktis, sejak 8 Mei 2008 kedua warga Kecamatan Perak ini resmi menjadi penghuni lapas Jombang.

Perempuan berambut ikal ini masih ingat siasat licik polisi terhadap Devid sehingga anaknya seolah-olah terlibat dalam kasus tersebut. Saat itu, anak pertamanya itu sedang minum kopi di warung pinggir jalan yang tak jauh dari rumahnya.

Tak berselang lama ada salah seorang anggota polsek Bandar Kedungmulyo menghapiri Devid. Oleh polisi anaknya diberi uang sebesar Rp 20 ribu dan disuruh meninggalkan Jombang. “Tepatnya sekitar seminggu setelah lebaran tahun 2007,” tambahnya.

Tanpa pikir panjang Devid mengiyakan permintaan polisi tersebut. Dan pergi ke rumah neneknya yang ada di Tuban.

Sebab, menurutnya, hakim lebih percaya pada ‘cerita’ polisi dari pada kejujuran Devid. mengaku, surat yang sudah tiga bulan tersimpan di almarinya itu ia dapatkan pada saat dirinya membesuk Devid di lapas Jombang.

“Seminggu setelah vonis 12 tahun diterima Devid, saya mengunjunginya di lapas dan dia memberikan surat ini kepada saya,” kenang Siti dengan mata berkaca-kaca, Jumat (29/08/2008) sore tadi.

Devid diganjar hukuman 12 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam aksi pembunuhan terhadap mayat dikebun tebu yang diduga M Asrori.

Yang lebih mengejutkan lagi, bocah kelahiran 13 Desenber 1988 ini pernah mengirimkan surat pengakuan kepadanya semiggu setelah di di tahan di balik jeruji besi Lapas Jombang.

Kemat Pernah Coba Bunuh Diri

Sementara hal yang sama juga di rasakan oleh keluarga M Kambali alias Kemat terpidana 17 tahun ini. Ibu Kemat, Watini (70) yang kini mengalami lumpuh layu, tetap tak bisa membendung perasaan sedihnya saat mendengar kabar bahwa Kemat, dirawat di puskesmas Bandar karena mencoba bunuh diri dengan minum Baygon.

Dengan mata memerah Watini menceritakan, kala anak bungsunya itu diopname selama 3 hari di Puskesmas bandar setelah mencoba bunuh diri akibat tak kuasa menahan rasa sakit akibat pukulan petugas.

Dikatakan Watini, setelah 2 minggu lamanya tidak bertemu dengan anaknya, lantaran ditahan Polisi Bandar. Lantas kemudian salah seoarang petugas polsek menelfon pihak keluarga. Saat itu pihaknya di kabarkan bahwa Kemat sedang dirawat inap di Puskesmas Bandar, tak jauh dari Mapolsek.

“Ada yang menelfon katanya Kemat sakit parah,” ujarnya.

Praktis, kabar itupun langsung ia sambut dengan menjenguk Kemat di puskemas. Sesampai disana, Watini yang pada waktu itu ditemani oleh beberapa anaknya, tak kuasa menahan tangis saat mendapati Kemat sudah tak sadarkan diri, tergolek lemas di ruang inap.

“Saya sampai tak tega mas, ada bekas gosong di pelipis mata kirinya. Saat saya tanya katanya telah dipukuli oleh polisi,” kenangnya getir.

Diceritakan dia, saat Kemat di ambil paksa oleh Polisi Bandar kedung mulyo. Saat itu ia dan keluarganya sedang terjaga dalam tidur. Saat mendengar terikan, ia pun sontak kaget mendapatai beberapa petugas menggedor pintu rumah Kemat yang berada di sebelah barat. “Buka-buka” tiru Watini.

Tepat pukul 01.00 dini hari, Kemat pun langsung diambil paksa dan di naikkan mobil menuju Mapolsek bandar kedung mulyo.

Tak terima dengan hal itu, Watini yang kala itu ditemani oleh Kamin (90) sumianya, langsung mendatangi Polsek Bandar guna mengklarifikasi seputar penangkapan anaknya. Sesampai disana, pihaknya hanya bisa pasrah, lantaran tak di perbolehkan sama sekali menjenguk Kemat di tahanan.

“Hampir 2 minggu semua keluarga tidak boleh melihat Kemat, kata petugas kalau sudah sampai di Polres saja baru boleh di jenguk,” ujar perempuan paru baya ini, menirukan perkataan petugas.

Demikian dengan Zeni Rohman (22) keponakan Kemat, yang pernah membantu terpidana salah tangkap itu bekerja di salon. Sebelum akhirnya ia lebih memilih mencari kerja di Suarabaya di Bengkel Mobil. Saat hari raya idul Fitri, ia pun pulang ke Jombang, ia sudah tak mendapati Kemat berada di Rumah.

Sontak kabar inipun membuat dia kaget. Pasalnya, Zeni tak percaya jika Metti (panggilan perempuannya Kemat) yang dikenal sebagai anak penakut. Bisa berbuat kejam dengan membunuh tetangganya sendiri Asrori.

Lantaran Zeni yang sudah mengenal dekat sikap Kemat, lantas tak bigitu percaya. Ia pun nekat menjenguk Kemat sendirian di Mapolsek. Begitu sampai disana, ia tetap tak diperbolehkan bertemu dengan pamannya itu.

“Saya tanya sama petugas, apa patugas berani jamin keselamatanya, kok tidak boleh di lihat?” tukas Zeni pada petugas.

Menariknya, pertanyaan Zeni pun dijawab dengan senyum oleh petugas. Zeni menceritakan, jika saat itu petugas hanya menjawab “Tidak apa-apa tenang saja,” kata Zeni, menirukan salah satu petugas.

Kendati begitu, keluarga Kemat berharap bahwa anak bungsu dari 7 bersaudara pasangan Watini dan Kamin ini, menginginkan agar secepatnya anaknya di bebaskan. Sebab, lanjut Zeni, Kemat adalah satu-satunya tulang punggung keluarga.

“Kasihan ibunya yang sudah lumpuh ini mas, saya harap pihak polisi melakukan tugas dengan benar, sehingga tidak terjadi salah tangkap lagi,” pinta Zeni.

Sebelumnya, pengakuan mengejutkan terlontar dari Imam Chambali alias Kemat (30), dan Devid Eko Priyanto (23), dua terpidana kasus pembunuhan Asrori yang masing-masing diganjar hukuman 17 dan 12 tahun penjara.

Kedua orang ini tidak yakin jika mayat yang berada di kebun tebu itu adalah jasad Asrori. Sudah begitu, ia juga merasa tidak melakukan pembunuhan terhadap Asrori yang notabene tetangganya sendiri. Padahal, saat ini kedua warga Desa Kalang Semanding, Kecamatan Perak itu meringkuk di balik jeruji LP (Lembaga Pemasyarakatan) Jombang.

Baik Kemat maupun Devid, munculnya pengakuannya itu dipicu oleh pemaksaan dan kekerasan yang telah dilakukan oleh polisi pada saat dirinya berada di Polsek Bandar Kedungmulyo. Kemad dan Devid mendapat tekanan baik yang bersifat mental maupun fisik. Tidak tanggung-tanggung, kedua warga Kalang Semanding ini pernah di hajar menggunakan ‘ban belt’ mesin diesel. Bukan hanya itu, ia juga sempat ditodong senapan oleh salah seorang anggota Polsek Bandar Kedungmulyo.

“Maka dengan terpaksa saya mengaku,” tutur Kemat saat ditemui di kalapas Jombang.(ami)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korban Ryan Tembus 11 Orang

Polisi akan menjerat Ryan dengan pasal hukuman mati. JOMBANG -- Halaman belakang rumah Very Idam Henyansyah (34 tahun) tak ubahnya kuburan massal. Sampai dengan Senin (28/7), 10 jenazah ditemukan di sana. Dengan demikian, korban pembunuhan yang dilakukan Ryan telah 11 orang. Bertambahnya jumlah korban pria gemulai itu diketahui setelah dilakukan penggalian lanjutan di belakang rumah Ryan di Desa Jatiwates, Kec Tembelang, Kab Jombang, Jawa Timur. Kemarin, polisi menemukan enam jenazah. Pada penggalian sebelumnya, polisi menemukan empat jenazah. Keberadaan enam mayat itu diketahui saat Ryan diperiksa di Markas Polda Jawa Timur. Ryan lalu digiring untuk menunjukkan lokasinya. Penggalian pun dilakukan delapan jam, mulai pukul 10.00 WIB. Ryan berada di lokasi dengan tangan dan kaki diborgol. Kepada polisi, kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Herman Sumawireja, Ryan mengatakan masih ada lima mayat. ''Tapi, kami menemukan enam,'' katanya saat menyaksikan penggalian. Mayat-mayat itu ...

Jelang Eksekusi Mati, Sumiarsih Isi Waktu Latih Napi Bikin Selimut

Kendati hendak di eksekusi mati. Sumiarsih , 65 , otak pembunuhan berencana lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto di Surabaya, 20 tahun silam, nampak pasrah menghadapi rencana eksekusi Kejagung bulan ini. Bahkan sesekali ia terlihat tegar bersama rekan-rekannya di LP Porong, dengan melakukan kegiatan membuat selimut dari tempat tisu. Dengan mengenakan seragam Napi (narapidana) Lapas Wanita Malang warna biru tua, mata Sumiarsih tampak sayu. Demikian pula wajahnya yang dihiasi garis-garis keriput juga terlihat lelah dan sayup. Namun, Mbah Sih, panggilan akrab- Sumiarsih di antara sesama napi, tetap ingin tampil ramah. "Saya habis bekerja di Bimpas (Bimbingan Pemasyarakatan). Bersama rekan-rekan membuat tempat tisu ini," kata Sumiarsih sambil menunjukkan beberapa hasil karyanya di ruang kantor Entin Martini, kepala Lapas Wanita Malang, yang berlokasi di kawasan Kebonsari, Sukun, itu. Sudah tiga bulan ini Sumiarsih aktif membimbing para wanita penghuni lapas membua...

galeri 1000 Puisi Untuk RA KARTINI

FOTO : DUTA/AMIR CASTRO Captoin : SIMBOL PERLWANAN KARTINI MELAWAN PENINDAS FEODAL. Sejumlah mahasiswa STKIP PGRI Jombang, peringati Hari Kartini dengan memajang karya mereka dalam tema 1000 Puisi Untuk RA KARTINI.