Raperda Perlindungan Perempuan Ditolak
Sekretaris Fraksi Madani, DPRD Jombang, Muslimin, dengan dibuatnya raperda perlindungan perempuan dan anak, hal itu secara tidak langsung lebih menjatuhkan martabat kaum perempuan itu sendiri. Padahal, buktinya kaum perempuan di indonesia, sudah tidak selemah anggapan publik.
“Ini tidak realistis, karena kaum perempuan itu sudah mandiri. Jadi yang paling krusial adalah raperda pendidikan dan kesehatan, bukan perlindungan perempuan, karena kasus kekerasan yang melibatkan perempuan itu sudah masuk dalam bentuk kasus pidana umum,” tegas Muslimin, saat ditemui sejumlah wartawan usai menggelar rapat paripurna di gedung DPRD, Rabu (6/08), kemarin.
Dikatakan Muslimin, usulan pihak eksekutif mengenai di buatkannya perda mengenai perlidungan perempuan, adalah hal yang sangat berlebihan. Sebab, kata dia, relalitas dilapangan bahwa yang harus dilindungi adalah anak-anak, bukan perempuan.
“Kalau sebatas melindungi perempuan dari tindak kekerasan, mending memakai jalur hukum saja, tidak perlu Dewan harus merumuskan perda. Tapi kalau untuk perlidungan anak, kita sepakat dengan hal itu, karena anak adalah generasi bangsa,” tukasnya.
Meski begitu, Kader Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga menyatakan, bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah murni tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), meski tak semunya menyebut bahwa korbannya kebanyakan perempuan.
“Bukan berarti saya melegitimasi kekerasan, namun alangkah baiknya, perda tersebut lebih mengakomodir anak-anak, dari pada perempuan, karena perempuan di Indonesia ini sudah bisa bekerja sendiri,” imbuhnya.
Sementara, menanggapi Fraksi Madani, yang menolak raperda perlindungan perempuan. Shalahuddin, Humas Women Crisis Center (WCC) Jombang, menyatakan kekecewaannya terhadap pihak DPRD yang menolak mengakomodir jaminan keselamatan perempuan di dalam raperda Kab jombang itu. Menurut Shalahuddin, penolakan itu sama halnya dengan meligitimasi aksi kekerasan terhadap masyarakat, terlebih kepada kaum lemah, perempuan.
“Sejatinya, dewan tidak harus menolak, karena raperda ini penting, catatan kami di Jombang, kekerasan dalam rumah tangga tiap tahun mengalami peningkatan, jika tidak segera disusun perda perlindungan perempuan dan anak, sama hal nya pihak DPRD melegalkan kekerasan,” tutur Shalahuddin, saat dikonfirmasi melalui telpon, kemarin.
Shalahuddin mengatakan, tidak di akomodirnya perda perlindungan perempuan dalam raperda Kab Jombang, dikhawatirkan tindak kekerasan dengan korban perempuan justru akan semakin meningkat. Pasalnya, ia khawatir, produk hukum yang selama ini ada, tidak akan bisa berjalan maksimal jika tidak di perkuat dengan aturan perda.
“Ini yang membuat saya ragu, dulu ada kasus pelecehan terhadap perempuan, tapi tak satupun lembaga hukum yang menindaklanjuti dengan alasan tak ada hukum yang bisa memberatkan. Jadi, saya harap perda tersebut tetap di buat dan di sahkan, karena ini adalah hak bagi setiap warga negara untuk mendapatkan hak perlidungan dari pemerintah,” pungkasnya.(ami)
JOMBANG – Fraksi Madani DPRD Kabupaten Jombang, akhirnya menolak rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai perlindungan perempuan dan anak, dari pihak eksekutif. Rabu (6/08), kemarin.
Penolakan raperda tersebut, terungkap usai rapat paripurna yang digelar pihak DPRD kabupaten Jombang dan Eksekutif di gedung DPRD berkahir. Usulan mengenai di buatnya aturan mengenai perlindungan perempuan dan anak yang diajukan pihak eksekutif, akhirnya terganjal, setelah Fraksi Madani menolak dengan tegas usulan perda tersebut.
Penolakan raperda tersebut, terungkap usai rapat paripurna yang digelar pihak DPRD kabupaten Jombang dan Eksekutif di gedung DPRD berkahir. Usulan mengenai di buatnya aturan mengenai perlindungan perempuan dan anak yang diajukan pihak eksekutif, akhirnya terganjal, setelah Fraksi Madani menolak dengan tegas usulan perda tersebut.
Sekretaris Fraksi Madani, DPRD Jombang, Muslimin, dengan dibuatnya raperda perlindungan perempuan dan anak, hal itu secara tidak langsung lebih menjatuhkan martabat kaum perempuan itu sendiri. Padahal, buktinya kaum perempuan di indonesia, sudah tidak selemah anggapan publik.
“Ini tidak realistis, karena kaum perempuan itu sudah mandiri. Jadi yang paling krusial adalah raperda pendidikan dan kesehatan, bukan perlindungan perempuan, karena kasus kekerasan yang melibatkan perempuan itu sudah masuk dalam bentuk kasus pidana umum,” tegas Muslimin, saat ditemui sejumlah wartawan usai menggelar rapat paripurna di gedung DPRD, Rabu (6/08), kemarin.
Dikatakan Muslimin, usulan pihak eksekutif mengenai di buatkannya perda mengenai perlidungan perempuan, adalah hal yang sangat berlebihan. Sebab, kata dia, relalitas dilapangan bahwa yang harus dilindungi adalah anak-anak, bukan perempuan.
“Kalau sebatas melindungi perempuan dari tindak kekerasan, mending memakai jalur hukum saja, tidak perlu Dewan harus merumuskan perda. Tapi kalau untuk perlidungan anak, kita sepakat dengan hal itu, karena anak adalah generasi bangsa,” tukasnya.
Meski begitu, Kader Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga menyatakan, bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah murni tindak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), meski tak semunya menyebut bahwa korbannya kebanyakan perempuan.
“Bukan berarti saya melegitimasi kekerasan, namun alangkah baiknya, perda tersebut lebih mengakomodir anak-anak, dari pada perempuan, karena perempuan di Indonesia ini sudah bisa bekerja sendiri,” imbuhnya.
Sementara, menanggapi Fraksi Madani, yang menolak raperda perlindungan perempuan. Shalahuddin, Humas Women Crisis Center (WCC) Jombang, menyatakan kekecewaannya terhadap pihak DPRD yang menolak mengakomodir jaminan keselamatan perempuan di dalam raperda Kab jombang itu. Menurut Shalahuddin, penolakan itu sama halnya dengan meligitimasi aksi kekerasan terhadap masyarakat, terlebih kepada kaum lemah, perempuan.
“Sejatinya, dewan tidak harus menolak, karena raperda ini penting, catatan kami di Jombang, kekerasan dalam rumah tangga tiap tahun mengalami peningkatan, jika tidak segera disusun perda perlindungan perempuan dan anak, sama hal nya pihak DPRD melegalkan kekerasan,” tutur Shalahuddin, saat dikonfirmasi melalui telpon, kemarin.
Shalahuddin mengatakan, tidak di akomodirnya perda perlindungan perempuan dalam raperda Kab Jombang, dikhawatirkan tindak kekerasan dengan korban perempuan justru akan semakin meningkat. Pasalnya, ia khawatir, produk hukum yang selama ini ada, tidak akan bisa berjalan maksimal jika tidak di perkuat dengan aturan perda.
“Ini yang membuat saya ragu, dulu ada kasus pelecehan terhadap perempuan, tapi tak satupun lembaga hukum yang menindaklanjuti dengan alasan tak ada hukum yang bisa memberatkan. Jadi, saya harap perda tersebut tetap di buat dan di sahkan, karena ini adalah hak bagi setiap warga negara untuk mendapatkan hak perlidungan dari pemerintah,” pungkasnya.(ami)
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,