Setelah tempat tinggal mereka hangus menjadi abu di lalap si jago merah, sesaat setelah ia memasak. Kini mereka harus tinggal dirumah tetangganya yang tak jauh dari sisa abu rumah yang terbakar itu.
Meski tangis dan harap seakan tak pernah lepas dari benaknya, namun, si janda beranak tiga ini tetap berusaha bangkit dan kembali meraih masa depan bersama ketiga buah hatinya.
Deritanya semakin terpukul setelah seisi harta bendanya ludes bersamaan dengan tempatnya berteduh.
Dinding rumah serta atap yang terbuat dari anyaman pohon bambu itu, ludes dilalap api tanpa bekas sedikitpun. Bahkan tiga kambing yang diperolehnya terpanggang hidup-hidup bersam rumanya.
Sumiarti, yang menyandang status janda muda tiga tahun ini, kesehari-hari nya bekerja sebagai buruh tani di pematang sawah tetangganya, hal ini dilakukannya lantaran untuk tetap bisa bertahan hidup dan melanjutkan cita-cita ketiga anaknya. Meskipun biaya hidup semakin meninggi pasca dinaikkannya Harga BBM oleh pemerintah pusat, ia tetap tegar dan berusaha kembali bangkit dari keterpurukan.
Sumiarti yang sempat kehilangan tiga kambing piaraannya, akibat terpanggang hidup-hidup dengan rumahnya, tetap lesu dan tunduk disaat ia terjaga dari lelap tidurnya.
Susana hatinya yang kecewa lantaran kehilangan harta bendanya, membuatnya terpukul dan sedih, meski tampak raut wajahnya tetap mencoba melupakan semua kejadian itu.
Dengan bermodalkan baju yang menempel di badannya. ia dan ketiga anaknya terpaksa harus mengungsi kerumah tetangga dekatnya.
Kebutuhan yang terus meningkat tajam, akibat dinaikannya harga BBM sebesar 28,7%. Membuat Sumiarti, bingung. hanya tenaganya lah yang ia andalkan demi menyambung umur.
“Dulu, setiap kali saya mendapat upah dari kerja di sawah sebanyak Rp 15.000,- sudah sangat cukup buat makan sehari-hari. Tapi tahun ini tidak bisa, karena barang-barang sudah pada naik semua,” ujarnya.
Meski kondisi badannya masih tergolong muda, bekerja membanting tulang tetap saja dia lakukan. Mengais rejeki diantara rumput tanah dan tumbuh-tumbuhan sawah, ia juga rela melakukan pekerjaan itu meski jarak tempuhnya hampir memakan waktu selama setengah jam.
Jalan berbatu, serta kondisi jalan yang licin usai terguyur air langit. Tetap saja tidak membuat nyalinya berkerut.
“Kadang-kadang berangkat jam 6 pagi, jam 3 sore baru pulang. Tapi kalau jalannya licin, bisa jam 5 sore,” terang Sumiarti, sembari memijit kakinya sesaat setelah ia pulang dari tempatnya bekerja.
Kendati demikian, anaknya bungsunya yang baru duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) tersebut itu, masih belum mampu diandalakan untuk meringankan beban hidup ia dan keluarganya.
“Ini hanya sementara saja, kalaupun nanti ada rejeki saya tetap pingin punya rumah sendiri,” ujar ibu tiga anak ini.
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,