Masih sekitar 5km, jalan setepak nan menanjak yang bakal kami lewati menuju bukit dan sungai dari tempat parkir ke lokasi air terjun tretes. Namun, hal itu tetap tak membuat rombongan DUTA dan beberapa teman dari media cetak maupun elektronik lainnya bergeming.
Langkah demi langkahpun tetap tak meradang mencari jalan yang sudah tergerus tanah akibat banjir bandang yang begitu hebat pada tahun 2002 lalu.
Detak jantung tetap tak terasa mengiris saat melihat puing-puing bangunan yang hancur. Terkalahkan oleh sejuknya hawa pengunungan Desa Galengdowo, Kecamatan Wonosalam nan damai ini.
Riuk suara merdu kicau burung-burung mengais rejeki tuk melanjutkan kehidupannya di habitat yang ceria itu, tampak tak segan terganggu oleh teriakan DUTA dan rombongan.
Semilir anginpun mencoba menembus kulit tipis kami, yang saat itu DUTA dan rombongan tidak membawa bekal apa pun kecuali air mineral dan makanan ringan yang DUTA beli dari warung depan pintu masuk menuju lokasi wisata.
Perjalanan yang memakan lebih dari dua jam. DUTA habiskan dijalan terjal untuk mencari celah jalan menuju pusat air terjun tretes, yang kabarnya sejak tahun 1930 di kawasan selatan wilayah kabupaten jombang ini, ada potensi wisata alam yang cukup porspek dijadikan sebagai tempat berlibur bagi masyarakat sekeliling. Baik outbone, berkemah, maupun hanya sekedar menikmati panorama alam yang sejuk di pegunungan alami ini.
Lokasi air terjun tretes yang merupakan salah satu obyek wisata yang belum tersentuh oleh kebijakan Pemerintah Daerah selama puluhan tahun ini. Terletak di Desa Galengdowo Kecamatan Wonosalam. Luas wisata yang menempati lahan ± 2 hektar ini berbabatasan dengan 2 kabupaten yang lainnya.
Diantaranya: sebelah utara dibatasi oleh Desa Jarak, sebelah Barat dibatasi oleh Kabupaten Kediri, sebelah timurnya berbatasan dengan Kabupaten Malang dan sebelah selatannya lagi Kabupaten Kediri serta Malang.
“Air terjun Tretes yang terletak di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soeryo ini, merupakan kawasan hutan lindung yang masih terjaga keaslian dan keindahan alamnya,” Terang Ali Arifin, selaku Kepala Dinas Pariwisata Buday dan Olah Raga (Parbupora), saat menyela nafasnya menjawab pertanyaan Duta.
Menurut Ali Airifin, keberadaan air terjun tretes yang terletak pada ketinggian ± 1700 meter di atas permukaan air laut ini, secara geologis daerah merupakan kawasan batuan hasil gunung api kuarter tua. Menurutnya, dikawasan ini terdapat aliran sungai yang merupakan sambungan dari air terjun tretes yang airnya mengalir ke sawah-sawah penduduk.
“Jadi, untuk kebutuhan air di kawasan ini dapat terpenuhi dengan baik. Apalagi curah hujan di kawasan ini berkisar 5.856 mm/th dengan suhu rata-rata 24 ° C,” jelas Ali arifin, sembari melanjutkan penjelajahan kami menapaki bukit-bukit terjal menuju titik pusat Air terjun bersejarah ini.
Beberapa ahli sejarahpun juga mengiringi perjalanan DUTA bersama jajaran Dinas Pariwisata setempat. Menjelajah menapak bukit demi bukit serta rimbunnya semak-semak belukar menuju lokasi air terjun.
Kabarnya, air terjun yang mempunyai ketinggian 187m ini dikenal sebagai air terjun yang cukup tinggi di jawa timur ini mempunyai debit volume air yang turun dari puncak tidak sederas air terjun di kota malang. Namun, objek wisata yang satu ini sangat alami dan sama sekali belum tersentuh oleh rancangan-rancangan nakal manusia.
Banyak cerita yang dikisahkan oleh tetua desa ini, mengenai asal mula air terjun tersebut di beri nama Air Terjun Tretes. Sejak tahun 1930, alkisah dahulu kala ada seorang pajabat perkebunan yang mencoba untuk membudidayakan tanaman kopi di areal pegunungan desa tersebut, sembari memanfaatkan air yang mengalir dari atas pegunungan itu. Namun, entah mengapa setelah selesai melakukan beberapa aktivitas bertanamnya, pejabat belanda yang bernama Tekad ini setiap sore harinya sering terduduk di areal air yang menetes dari atas gunung itu.
Saat ia hendak menanam kelapa sawit, ternyata air yang sering ia tunggui itu tidak juga mengalir, bahkan sesekali airnya hanya menetes sedikit demi sedikit. Pak tekad pun, mencoba untuk meminta beberap warga pribumi untuk melihat air tetesan dari atas gunung itu. Selang beberapa jam warga pun lantas berbong-bondong membuat tumpeng dan membawa sepasang kucil untuk ritul di areal air terjun tersebut.
Ritual pun dijalankan sembari mengawinkan kucing yang mereka bawa untuk acara persembahan meminta air dari pengunungan itu. Alhasil upacara yang dilangsungkan oleh beberap warga tersebu kenyataannya membuahka hasil dan air yang ia harapkan turun dari puncak itu akhirnya terjadi secara setetes demi setetes.
“Akhirnya dinamakan lah air terjun tretes oleh warga sekitar,” terang Pak Kuncar, tetua desa tersebut yang mengerti cerita asal muasal air terjun tretes itu dari nenek moyangnya secara turun temurun.
Penjelas petuah desa itupun akhirnya terhenti sejenak sesaat DUTA dan rombongan dari dinas pariwisata Kabupaten Jombang, terhenti sembari meluruskan lutut-lutut kami yang sudah mulai terasa mengeras setelah menempuh jalan panjang nan terjal ini.
Bekal air meniral yang kami bawa dari bawahpun DUTA tengguk beberapa kali. Alhasil, tenggorakan yang sudah mengering setelah berpacu dengan alam akhirnya terbasahi juga.
Uh,,hawa dingin segarpun meniup, menyejukkan kembali sendi-sendi kaki yang terlampau lelah menuju areal air terjun bersejarah ini. pantang jadinya untuk balik kanan menuruni bukit ini kembali menuju perkampunga (amir castro)
joss
BalasHapus