Turunnya hujan selama 3 hari pada akhir Agustus lalu berdampak besar pada petani tembakau di Kecamatan Kudu dan Kabuh Kabupaten Jombang. Saat ini mereka harus siap merugi karena penghasilan panen menurun.
Akibat buruknya cuaca, tanaman tembakau yang rata-rata sudah siap panen tersebut akhirnya mengalami penurunan harga yang cukup drastis. “Padahal sebelum hujan, harga tembakau basah jenis manilo mencapai titik tertinggi yaitu Rp. 2.000,- hingga 2.200,- per kilonya, setelah turun hujan, para pengrajang (pembeli tembakau basah) hanya berani membeli Rp. 1.600,- hingga Rp. 1.700,- per kilonya.” Terang Juri (45), salah seorang pengrajang asal Desa Bendungan Kec. Kudu, Kab Jombang, kemarin
Pria berputra 1 ini menjelaskan, tidak pastinya kondisi cuaca membuat para pengrajang ketir- ketir. Tingginya kadar air yang terkandung di daun tembakau menurut Juri, membuat mereka menahan diri membeli tembakau dari petani sampai kondisi cuaca membaik.
“Gak berani ngrajang dulu mas cuacanya masih mendung terus, rajangan kemarin saja banyak yang kehujanan dan belum kering, harganya juga pasti turun, kalau di teruskan kerugiannya akan bertambah banyak,” kata Juri kepada repoter Suara Katemas (SK) FM.
Keluhan senada dikemukakan oleh Muntoro (45), pria asal Desa Katemas Kec. Kudu. Ia menambahkan, disamping kadar air yang masih terlalu tinggi, rendemen tembakau yang terkandung di dalam daun basah juga masih terlalu rendah yaitu 10% hingga 13%. Padahal tahun lalu kata Muntoro, rendemen tembakaku bisa mencapai 18%. Kondisi ini membuat para pengrajang merugi cukup besar.
Dijelaskan, 17 keranjang tembakau kering yang ia miliki rata-rata berisi 40 kilo per 1 keranjangnya, oleh tengkulak hanya di hargai Rp. 10 ribu per kilo. Padahal ia membeli daun basah dari petani senilai Rp. 2.000,-.
”Idealnya harga tembakau kering itu minimal Rp. 15 ribu perkilo kalau daun basahnya Rp 2000,- kalau harganya segini bisa sampean bayangkan sendiri berapa kerugian yang harus di tanggung oleh pengrajang seperti saya, untungnya rajangan yang ke 3 harganya sudah naik,” kata Muntoro, Minggu (7/9) siang.
Pengakuan berbeda dikemukakan Sariati (56). Perempuan berputra 4 ini menyatakan, tidak semua pengrajang tembakau mengalami kerugian akibat hujan akhir Agustus lalu. “Sekarang ya masih dibeli Rp. 13 ribu perkilo,” kata dia.
Meski begitu, Sariati merasa masa depannya masih tergantung pada tengkulak. Ia berharap masa yang akan datang dirinya mampu memenuhi modal dengan usaha sendiri.(amircastro)
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,