Sisi Dalam, Korban Tragedi Bagi-bagi Zakat
Maut memang datang tak diundang. Tapi siapa yang suruh menjelang ? Ramadhan ini, seperti Ramadhan tahun-tahun silam. Aku tenggelam dalam lamunan. Berlebaran dengan sedikit uang maka, aku pun datang menjadi lautan 'menepikan kepapaan'
SUASANA duka menyelimuti keluarga almarhumah Salamah (50) di Jl. Hangtuah Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan. Perempuan ini menjadi korban tragedi pembagian zakat di rumah H Syaikon, Senin kemarin.
Maut memang datang tak diundang. Tapi siapa yang suruh menjelang ? Ramadhan ini, seperti Ramadhan tahun-tahun silam. Aku tenggelam dalam lamunan. Berlebaran dengan sedikit uang maka, aku pun datang menjadi lautan 'menepikan kepapaan'
SUASANA duka menyelimuti keluarga almarhumah Salamah (50) di Jl. Hangtuah Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan. Perempuan ini menjadi korban tragedi pembagian zakat di rumah H Syaikon, Senin kemarin.
Sejumlah warga yang datang ke rumah duka terlihat iba dengan kondisi keluarga ini. Apalagi setelah tahu, Andriyani (18) dan tiga adiknya, kini jadi yatim piatu setelah ibunya menyusul ayah mereka yang sudah menghadap Sang Khaliq dua tahun lalu karena sakit.
Dan saat warga serta kerabatnya mengubur jenazah ibunya, Andri masih tergolek lemas di rumahnya. Tampak adiknya, Maulana (12), Nova (7), dan Putri (10), tak tahan menanggung beban kesedihan. Nova dan Putri terus menerus menangis saat jenazah dikuburkan. Hanya Maulana yang terlibat lebih tabah.
Di tengah kesedihannya Andri mengaku akan menjadi ibu bagi adik-adiknya. Dia juga akan berusaha membesarkan mereka sekuat tenaga. Ya agar tidak terus menerus menjadi warga miskin.
Dia pun lalu bercerita tentang tragedi yang merenggut ibunya tersebut. Saat itu dirinya diberitahu salah seorang tetangga yang melihat sang ibu pingsan. Dia lalu bergegas menuju lokasi pembagian zakat. Dan betapa kagetnya saat tahu ibunya sudah telentang tak berdaya. Tubuhnya penuh debu. Mulutnya mengeluarkan darah dan kelopak matanya biru. “Bersama tetangga, saya menggotong ibu ke rumah sakit,” katanya.
Senada dengan Umi Kalsum (23), anak salah satu korban tewas insiden zakat Pasuruan mengaku mendapat firasat buruk sebelum peristiwa yang merenggut nyawa ibunya, Suminah (46) terjadi.
Firasat buruk yang dirasakan Umi Kulsum (23) warga Desa Kepel RT 02/02 Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan yaitu gigi kanan bawahnya tanggal saat makan sahur.
Sedangkan firasat buruk yang ditunjukan ibunya sebelum berangkat untuk mengantre zakat, anting-anting yang dipakai Suminah terlepas dengan sendirinya.
"Firasat-firasat itu sangat jelas saya rasakan. Dan saya berulang-ulang memberi peringatan kepada ibu kalau saya merasa akan terjadi sesuatu yang buruk nantinya. Namun ibu bersikukuh berangkat dengan dua tetangga lainnya naik becak menuju rumah Haji Syaikon sekitar pukul 06.00 WIB," kisah Umi sambil menyeka air matanya usai proses pemakaman, Selasa (16/9/2008).
Bahkan, sebelum ibunya berangkat, Umi Kulsum mengaku sudah mencegah agar ibunya agar tidak pergi mengantre zakat. Karena pengalaman tahun-tahun sebelumnya, sang ibu selalu pingsan saat antre zakat.
"Dua tahun sebelumnya ibu juga ikut antre zakat, dan dua kali juga ibu pingsan akibat kecapekan mengantre. Namun tahun ini ibu harus pergi selama-lamanya," lanjut Umi sambil menunjukkan KTP Ibunya.
Saat ini Umi Kalsum bersama kakaknya Nurul Qomariah (25) serta adinya Samsul Huda (13) harus menerima kenyataan pahit karena telah ditinggalkan kedua orangtuanya untuk selama-lamanya. Ibunya meninggal karena terinjak-injak saat antre zakat, sedangkan bapaknya meninggal 4 bulan lalu karena penyakit liver.
"Nantinya saya dan suami akan berusaha mencari biaya pendidikan untuk adik kami Samsul. Kalau memang nanti tidak mampu, terpaksa hanya sampai SMP saja," terang perempuan yang suaminya sehari-hari bekerja sebagai penarik becak.
Air Mata Mengering
Dikatakan, dia sekarang sudah tidak bisa menangis lagi. Rasanya air mata sudah habis. Dia masih ingat saat kakeknya meninggal, lalu neneknya, disusul ayahnya dua tahun lalu, dan kini ibunya. “Bapak meninggal karena sesak napas, sakit jantung juga,” ujarnya, sedih. Sedih karena ditinggal orang-orang yang dia cintai. Duka karena hidup dalam kepapaan.
Karena itu, begitu tahu ada pembagian zakat di rumah H Syaikon, ibunya tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia datang dengan berjalan kaki bersama ibu-ibu lain dari kampungnya yang berjarak 1,5 kilometer.
Andri mengakui, selama ini hanya ibunya yang bisa mencukupi kebutuhan pokoknya, sementara untuk biaya sekolah dirinya mengandalkan bantuan dari para famili. Kini gantungan hidup mereka telah tiada. Tinggal sanak-famili yang mungkin masih bersedia membantu keluarga yatim piatu ini. “Selain itu kami masih punya Tuhan. Dengan Allah kami bertahan !.” katanya dengan linang air mata. (dumas/zi/ami)
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,