Langsung ke konten utama

Hanya Karena Rp 30 rb, 21 Nyawa Tak Terselamatkan


Sisi Buruk Kemiskinan Di Indonesia

Lagi, tragedi memilukan kembali terjadi di negara kaya. Kematian massal akibat berebut uang zakat Rp 30 ribu dari H Syaikon, warga Jl. Dr Wahidin Sudiro Gg Pepaya, RT III RW IV Kelurahan Purutrejo, Kec. Purworejo, Kota Pasuruan, Senin (13/9), kemarin. Mengakibatkan 21 orang tewas dan 16 lainnya luka-luka, setelah terinjak-injak kerumunan massa.

Dari 21 korban yang meninggal dunia, sebanyak 20 jenazah sudah berhasil diidentifikasi. Mereka adalah Suliatin warga Kepel Pasuruan, Ngatemi (Gading), Wasiati (Jl. Imam Bonjol IV), Farida (Tambaan), Yanti (Kebon Jaya), Suminah (Kepel), Salamah (Tambaan), Chotijah (Paserpan), Khotijah (Jl. Hangtuah), Satuk (Ngemplak), Asiah (Gading), Mak Nik (Halmahera), Sumiati (Pateguran), Aminah (Wonoredjo), Syafaat (Wonojati), Sumirah (Ngemplak), Mak Ti (Ngemplak), Sumarsih (Krapyak), Masrah (Gading Lor), Tumiati (Tosari), dan seorang wanita yang hingga semalam belum diketahui namanya. Kesemua nama tersebut, rata-rata termasuk warga kota Pasuruan.

Peristiwa tragis itu terjadi saat pembagian zakat dimulai pukul 10.00 WIB. Ribuan warga miskin yang datang dari berbagai pelosok desa di sekitar Kota dan Kabupaten Pasuruan itu berebut saling berdesakan guna mendapatkan zakat dengan nilai nominal Rp 30.000 per orang yang diberikan keluarga dermawan H Syaikon di Jalan Dr Wahidin Sudirohusodo, Kota Pasuruan.

Keluarga Syaikon mengatur para penerima zakat untuk masuk satu per satu ke halaman rumahnya, sehingga ribuan orang yang terkonsentrasi di sebuah gang sempit berukuran 2,5 meter itu, tak bisa bergerak dan bahkan orang yang pingsan pun tak bisa keluar. Sebelum puncaknya 21 orang harus terhimpit dan tewas karena terinjak-injak teman lainnya saat mengantri mendapatkan kupon.

Sebenernya, sebelum peristiwa tragis itu terjadi, prediksi awal adanya tanda-tanda kerumunan massa sudah mengintai. Sebab, sejak Subuh rumah H Syaikon sudah dibanjiri para mustahiq (penerima zakat) dari Pasuruan dan sekitarnya. Ditambah lagi, tak ada polisi dan petugas lain untuk mengamankan acara rutin yang biasa di selenggarakan tuan rumah itu.

Pihak H Syaikon dengan di bantu oleh anaknya, sempat mengupayakan agar desak-desakan warga bisa di minimalisir dengan membuat sekat terbuat dari bambu yang ia letakkan di jalan menuju rumahnya itu. Pemagaran tersebut sebenarnya dilakukan agar warga bisa antre dengan tertib. Namun ternyata hal itu justru berubah menjadi petaka. Sebagian penerima zakat yang sejak pagi antre, sekitar pukul 09.00 langsung berebut masuk ke dalam gang yang dipagar itu saat acara dimulai. Begitu kuatnya desakan warga yang ingin segera mendapat uang zakat Rp 30 ribu, sampai pintu pagar ambruk.

Kuatnya antusias warga mendapatkan uang setara dengan makan sehari itu pecah, saat keruman semakin merangsek tak terkendali. Sedangkan yang lainnya masih menunggu giliran di sepanjang Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Massa yang sudah memenuhi gang kecil sejak pagi hari itu, mulai tak terkendali dan saling dorong. Keributan terjadi ketika dari bagian belakang orang-orang melakukan aksi dorong sehingga barisan depan tergencet. Sejumlah ibu-ibu dan perempuan yang sudah tua tubuhnya tergencet besi pagar karena dorongan dari belakang. Sebagian di antara mereka yang sudah kelelahan karena kondisi sangat panas. Satu per satu mulai berjatuhan. Tubuh-tubuh warga miskin itu lalu terinjak-injak oleh pengantre zakat lain.

Tahu ada orang terinjak, panitia berusaha mendorong orang yang berdesakan agar segera minggir. Setelah 'lautan massa' itu tersibak, baru diketahui sejumlah perempuan tergeletak di tanah.

Tangis histeris pun mulai pecah saat sejumlah massa mengetahui jika ditengah-tengah kerumunan mereka ada sejumlah kerabat dan temannya tewas. Pembagian zakat yang baru dilakukan sekitar 15 menit itu pun dihentikan.

“Kami melihat para korban tewas bergelimpangan di tengah kerumunan massa,” kata Sochieb, salah seorang saksi mata di lokasi kejadian.

Diceritakan dia, begitu uang zakat dibagikan, banyak orang tidak sabar menunggu giliran. Mungkin mereka takut tak kebagian sehingga mendorong dari belakang. “Orang-orang di depan sampai terbalik, jatuh, lalu diinjak-injak,” tuturnya.

Senada, salah seorang penerima zakat, Ny Lusiana (49) asal Kelurahan Mandaran, Kota Pasuruan, menyatakan, jika kesemua orang tersebut sudah memenuhi halaman rumah H Syaikoni, sejak pagi. Menurutnya, dimunginkan ada perasaan khawatir tak mendapat bagian setelah tahu jumlahnya sangat banyak. Kerumunan dan desak-desakan pun tak bisa di hindarkan, karena banyak yang ingin mendapatkan jatah lebih dulu.

“Biasanya gak gini. Orangnya banyak tapi teratur. Tapi embuh kok jadi gini,” katanya.

Lebih jauh, rencana Syaikon membagikan zakat secara langsung ke fakir miskin di rumahnya itu sebetulnya sempat mendapatkan tentangan dari keluarganya sendiri. Tapi sayang saran dari keluarga agar zakat diserahkan ke panti asuhan atau melalui badan amal itu tak digubris oleh Syaikon. Hal itu dikatakan adik kandungnya sendiri, Mudjib. Kepada wartawan dia menyatakan alasan bahwa penyaluran zakat tahun ini secara langsung dinilainya cukup rawan masalah. Dan benar, 21 orang tewas karenanya.

“Saya sudah wanti-wanti, pembagian zakat yang melibatkan langsung warga miskin sangat mengkhawatirkan keselamatan warga itu sendiri,” ungkap Mudjib kepada wartawan di RSU R Soedarsono, Pasuruan, Senin kemarin. Namun entah mengapa, Mudjib tidak tahu alasan kakaknya yang tetap meneruskan niatnya itu.

Lalu siapa H Syaikon itu ? Para tetangganya banyak yang mengenal H Syaikhon adalah pengusaha yang cukup pelit. Namun sejak tiga tahun terakhir, Syaikon mulai aktif menyisihkan hartanya untuk berzakat. Warga menilai selama ini Syaikon jarang melakukan kegiatan sosial. Padahal sosoknya di kampung dipandang sebagai pengusaha sukses.

Sifat keseharian Syaikon ini diungkap salah satu tetangganya, Suhartono. “Pak Syaikon di hari-hari biasa tidak pernah melakukan kegiatan sosial. Bahkan memberi sumbangan saja tidak pernah. Namun, mulai 2 tahun lalu tradisi bagi-bagi zakat di gelar. Itu pun hanya setahun sekali,” kata Suhartono di kampungnya, Gang Pepaya Jl Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Kota Pasuruan.

Menurut Suhartono, zakat tahun pertama nilainya Rp 5.000, kemudian ditahun berikutnya meningkat menjadi Rp 10.000. “Sekarang woro-woro yang diendus masyarakat sebesar Rp 50 ribu meski dalam kenyataannya hanya bekisar 10 hingga 40 ribu saja,” katanya.

Menurut tetangga lain yang tidak mau disebutkan namanya, Syaikon adalah pengusaha sukses di beberapa bidang. Usaha itu antara lain bisnis sarang burung walet, jual beli mobil mewah, jual beli rumah, kounter HP, pertanian dan masih banyak bisnis lainnya.

Dari situ seakan semakin jelas bagi kita, seperti apa rupa kemiskinan yang terjadi di negeri ini. Jelas bukan seperti yang dikatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengklaim angka kemiskinan di Indonesia telah mengalami penurunan sebesar 10 juta jiwa selama Indonesia dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jika sebelumnya angka kemiskinan mencapai 40 juta jiwa, saat ini jumlah penduduk miskin di Tanah Air diperkirakan berjumlah 30 juta jiwa.

Kemiskinan tak lagi menjadi mimpi buruk. Ia telah benar-benar menjelma menjadi barisan manusia-manusia tak berdaya yang hadir di mana pun ada remah-remah rezeki, termasuk di rumah keluarga H Saikhon.

Ya, mereka adalah para fakir miskin yang berniat menerima zakat. Sekali lagi zakat, sebuah terminologi yang di dalamnya mengandung kemuliaan hidup berupa kasih sayang terhadap sesama lewat tindakan berbagi.

Zakat adalah rukun ketiga dari Rukun Islam. Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", "berkembang", "menyucikan", atau "membersihkan". Sementara, secara terminologi syari'ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.

Si pemberi zakat jelas orang mampu secara material. Orang yang memiliki niat dan tindakan luhur untuk berbagi dengan sesama dan berharap pahala dari Allah. Adapun si penerima zakat di antaranya adalah mereka yang fakir, yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup. Mereka yang miskin, yang memiliki harta tapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.

Secara teoretis, kemiskinan bisa dipahami sebagai gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Entah gambaran seperti apa yang tepat untuk melukiskan kemiskinan yang melanda masyarakat kita. Gambaran-gambaran di atas boleh jadi telah cukup akurat, tapi melihat fakta yang ada mungkin kata nekat perlu pula ditambahkan, termasuk nekat untuk mati demi tiga lembar sepuluh ribuan.

Saya percaya, sebagian besar yang datang ke rumah keluarga H Saikhon adalah orang-orang yang berniat mulia, berniat mencari sedekah untuk menyambung hidup, menyenangkan orang rumah untuk beli makanan atau membeli pakaian bekas.

Saya juga percaya, Pak Saikhon tulus membagikan sebagian kekayaannya untuk para fakir miskin. Yang jadi soal, kenapa ia membagi sendiri zakatnya itu kepada ribuan orang.
Mungkin benar pendapat pengamat sosial Prof DR M Ali Haidar MA yang menilai musibah yang mengenaskan itu menunjukkan ketidakpercayaan orang yang berzakat kepada institusi yang menangani zakat.

“Ketidakpercayaan itu mendorong orang yang berzakat langsung membagikan sendiri zakatnya,” kata guru besar Universitas Negeri Surabaya itu.

Maklumlah, salah satu "penyakit gawat" yang terus mewabah pada bangsa ini adalah hilangnya kepercayaan orang per orang dan kepercayaan orang terhadap institusi, termasuk institusi negara.

Orang belajar pada pengalaman, itulah jawabnya. Pada hari-hari yang kita lewati, kian susah kita menemukan tauladan luhur dari para pemimpin bangsa ini. Yang kita dapati adalah contoh buruk bagaimana para tokoh yang mewakili kita justru bertindak deksura. Bagaimana para pemimpin yang mengatur kehidupan bernegara kita hidup berfoya-foya. Dan, mereka yang kita percaya sebagai imam hidup kita justru membawa kehidupan makin suram.

Menyakitkan memang. Apalagi ini terjadi saat umat Islam sedang menjalani ibadah puasa. Apalagi ini terjadi di kala para tokoh sedang riuh rendah menawarkan janji-janji manis dalam rangka menghadapi pemilu 2009. Apalagi ini terjadi di bumi gemah ripah... loh kok begini. Hmmm, saya benar-benar tak mampu meneruskan ujar-ujar Jawa yang hebat mengenai negeri kita yang makmur jibar-jibur itu. Terlalu getir buat saya mendapati fakta sauadara-saudara kita tewas hanya untuk uang setara dengan harga tiga bungkus rokok.(amir dari berbagai sumber)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korban Ryan Tembus 11 Orang

Polisi akan menjerat Ryan dengan pasal hukuman mati. JOMBANG -- Halaman belakang rumah Very Idam Henyansyah (34 tahun) tak ubahnya kuburan massal. Sampai dengan Senin (28/7), 10 jenazah ditemukan di sana. Dengan demikian, korban pembunuhan yang dilakukan Ryan telah 11 orang. Bertambahnya jumlah korban pria gemulai itu diketahui setelah dilakukan penggalian lanjutan di belakang rumah Ryan di Desa Jatiwates, Kec Tembelang, Kab Jombang, Jawa Timur. Kemarin, polisi menemukan enam jenazah. Pada penggalian sebelumnya, polisi menemukan empat jenazah. Keberadaan enam mayat itu diketahui saat Ryan diperiksa di Markas Polda Jawa Timur. Ryan lalu digiring untuk menunjukkan lokasinya. Penggalian pun dilakukan delapan jam, mulai pukul 10.00 WIB. Ryan berada di lokasi dengan tangan dan kaki diborgol. Kepada polisi, kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Herman Sumawireja, Ryan mengatakan masih ada lima mayat. ''Tapi, kami menemukan enam,'' katanya saat menyaksikan penggalian. Mayat-mayat itu ...

Jelang Eksekusi Mati, Sumiarsih Isi Waktu Latih Napi Bikin Selimut

Kendati hendak di eksekusi mati. Sumiarsih , 65 , otak pembunuhan berencana lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto di Surabaya, 20 tahun silam, nampak pasrah menghadapi rencana eksekusi Kejagung bulan ini. Bahkan sesekali ia terlihat tegar bersama rekan-rekannya di LP Porong, dengan melakukan kegiatan membuat selimut dari tempat tisu. Dengan mengenakan seragam Napi (narapidana) Lapas Wanita Malang warna biru tua, mata Sumiarsih tampak sayu. Demikian pula wajahnya yang dihiasi garis-garis keriput juga terlihat lelah dan sayup. Namun, Mbah Sih, panggilan akrab- Sumiarsih di antara sesama napi, tetap ingin tampil ramah. "Saya habis bekerja di Bimpas (Bimbingan Pemasyarakatan). Bersama rekan-rekan membuat tempat tisu ini," kata Sumiarsih sambil menunjukkan beberapa hasil karyanya di ruang kantor Entin Martini, kepala Lapas Wanita Malang, yang berlokasi di kawasan Kebonsari, Sukun, itu. Sudah tiga bulan ini Sumiarsih aktif membimbing para wanita penghuni lapas membua...

galeri 1000 Puisi Untuk RA KARTINI

FOTO : DUTA/AMIR CASTRO Captoin : SIMBOL PERLWANAN KARTINI MELAWAN PENINDAS FEODAL. Sejumlah mahasiswa STKIP PGRI Jombang, peringati Hari Kartini dengan memajang karya mereka dalam tema 1000 Puisi Untuk RA KARTINI.