JOMBANG—Sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) perkara pembunuhan “Asrori”-—yang jenazahnya kemudian dikenali sebagai Fauzin Suyanto—menghadirkan terpidana 17 tahun Imam Hambali alias Kemat (32) dan terpidana 12 tahun David Eko Prianto (19), di Pengadilan Negeri (PN) Jombang, Senin (20/10) Kemarin.
Saat menuju ruang sidang dua terpidana memberi pernyataan mengejutkan. David mengaku disiksa dan diteror. Begitu pula Kemat mengaku mendapatkan bogem mentah dari aparat polisi.
Saat menuju ruang sidang dua terpidana memberi pernyataan mengejutkan. David mengaku disiksa dan diteror. Begitu pula Kemat mengaku mendapatkan bogem mentah dari aparat polisi.
Karena itu, dua terpidana perkara “Asrori versi kebun tebu” ini akhirnya terpaksa melibatkan Maman Sugianto alias Sugik (28) warga Dusun Kalangan, Desa Kalang Semanding, Kec. Perak, Kab. Jombang, dalam kasus pembunuhan itu. Sebab, keduanya sudah tidak tahan lagi dengan siksaan dan teror bahwa keluarganya akan dihabisi bila mereka tidak mengaku soal keterlibatan Sugik.
“Saya terpaksa nyokot Sugik. Kalau tidak keluarga saya akan dihabisi,” kata
David kepada wartawan, saat dibawa aparat kepolisian masuk ruang sidang.
David menyatakan, dirinya dan Kemat tidak tahan lagi dengan bogem dan intimidasi pihak Polsek Bandar Kedungmulyo. Bahkan, kata dia, selain ancaman polisi, ancaman dari pihak keluarga Asrori juga sering kali dia terima jika tidak segera mencokot Sugik agar bisa masuk bui. “Saya tidak mau keluarga saya dihabisi semua,” imbuh pemuda asal Desa Ngemplak Kec. Bandar Kedungmulyo ini, lugu.
David yang alumnus SMK PGRI Kertosono ini mengaku tidak mengenal Rudi Hartono, yang belakangan ditangkap polisi karena diduga sebagai pembunuh Fauzin Suyanto. “Saya tidak kenal dengan Rudi Hartono alias Rangga itu,” ujarnya singkat.
Meski demikian, David bersyukur atas tertangkapnya Rudi Hartono. Untuk itu dia juga meminta agar segera dibebaskan dari penjara.
Berbeda dengan David, Kemat yang sebelumnya juga pernah mengaku terpaksa mencokot Sugik lantaran tak kuasa menahan siksa sejumlah penyidik, kali ini terlihat diam. Pria gemulai yang rambutnya sudah dipotong pendek ini juga tidak memberikan keterangan saat dihadirkan di depan ruang sidang. Kemat lebih banyak menangis daripada berkomentar mengenai kasus salah tangkap yang dia alami. Apalagi setelah Kemat bertemu anggota keluarganya, air mata warga Desa Kalang Semanding ini pun tumpah. Beberapa anggota keluarganya yang hadir di persidangan juga langsung menjerit histeris dengan memanggil namanya. “Bik Mat, Bik Mat� (panggilan akrab Kemat),” kata mereka kepada Kemat yang memakai seragam tahanan Lapas Jombang. Pihak keluarga Kemat dan David juga membawa sejumlah poster berupa lembar tiket masuk persidangan ludruk dan membagi-bagikannya kepada seluruh pengunjung sidang.
Selebaran yang berbunyi “Tiket Tanda Masuk Pengadilan Ludruk Berlaku Satu Orang” dan “Pagelaran Pengadilan Ludruk Dalam Lakon Gugurnya Penegakan Hukum Di Kota Jombang” tersebut, beredar saat Kemat dan David masuk ke ruang sidang. Kemat sendiri tidak banyak memberikan komentar kepada pers. “Yang pasti saya sangat bersyukur dengan tertangkapnya pembunuh yang sebenarnya mayat di kebun tebu itu. Dengan demikian, kebenaran telah terungkap,” ujar Kemat.
Sidang PK yang diketuai Agung Suradi sendiri hanya berlangsung 5 menit. Slamet Yuono, pengacara Kemat Cs, mengatakan, agenda sidang tersebut hanya menyerahkan sekitar 17 novum (bukti baru). Sedangkan hadirnya Kemat hanya sebatas menyaksikan jalannya persidangan.
“Kali ini memang lebih cepat dan singkat, karena agendanya cuma penyerahan novum saja. Tapi yang paling penting dari sidang ini adalah kehadiran Kemat dan David di dalam persidangan. Minimal mereka tahu bahwa banyak pihak yang menaruh simpati sehingga semangat kedua korban salah tangkap ini bisa pulih kembali,” jelas Slamet. Sedang ibunda David, Siti Rokhanah (50), yang juga hadir dalam persidangan menangis histeris, kala mendapati anaknya berjalan di sampingnya dengan dikawal ketat petugas.
“Bebaskan anak saya, dia tidak bersalah,” pinta Siti, sembari menitikkan air mata.
Tersangka Bertambah
Sementara itu, pemeriksaan kasus pembunuhan Fauzin Suyanto terus berkembang di Mapolda Jatim. Setelah petugas menangkap Rudi Hartono dan menetapkannya sebagai tersangka, kini petugas juga menetapkan Joni Irwanto (17), pemuda yang masih satu kampung dengan Rudi Hartono, sebagai tersangka.
Hal tersebut disampaikan kuasa hukum Rudi dan Joni, Sunarno Hadi Wibowo usai mendampingi kedua kliennya menjalani pemeriksaan, Senin kemarin. “Joni ditetapkan sebagai tersangka karena ikut mengetahui kejadian itu,” terangnya.
Sunarno mengatakan, penetapan Joni sebagai tersangka ini menyusul keterangan Rudi yang diberikan kepada penyidik. Rudi mengakui, sebelum peristiwa pembunuhan, dirinya dengan Joni bersama-sama menuju kebun tebu untuk menemui Fauzin dengan diantarkan oleh Rahmat. Sesampainya di kebun tebu, Rahmat langsung kembali. Sedangkan Joni tetap menunggu Rudi dari kejauhan. “Tapi yang melakukan pembunuhan Rudi sendiri, sedangkan Joni hanya melihatnya dari kejauhan,” ujar pria yang akrab dipanggil Bowo ini.
Seperti diberitakan koran ini kemarin, Rudi nekat menusuk Fauzin lantaran setelah melakukan hubungan badan kurang lebih 12 menit, Fauzin tak kunjung orgasme. Ditambah lagi Fauzin juga ingkar janji soal pembayaran uang kencan. Awalnya, Fauzin sepakat membayar uang kencan sebesar 100 ribu. Tapi kenyataannya, korban hanya membayar Rp 22 ribu. “Rudi menusuknya pada saat Fauzin sedang tidur,” imbuhnya.
Usai membunuh Fauzin, Rudi Hartono alias Rangga malam itu juga melarikan diri masih dalam kondisi telanjang bulat. Dia hanya menutup bagian kemaluannya dengan jaket dan langsung dibonceng rekannya Joni Irwanto yang sudah mengamati saat Rangga melakukan pembunuhan. Setelah menusuk Fauzin, Rudi bersama dengan Joni membawa kabur sepeda motor dan barang-barang milik Fauzin. Rencananya, tersangka berniat menjual sepeda motor korban. Namun, Rudi kembali mengurungkan niatnya karena pajak kendaraan tersebut waktunya diperpanjang.
“Usai membunuh Fauzin, Rangga dibonceng Joni Irwanto yang sejak awal memang sudah mengawasi Rangga saat membunuh Fauzin,” katanya. Selain Joni ada juga Rahmat yang membantu Rangga melarikan diri. Mereka bertiga kemudian bersembunyi di rumah Aping di Bandar Kedungmulyo, Jombang. Rangga, Joni, Rahmat, dan Aping adalah satu komunitas gay di Jombang sehingga saling mengenal.
Namun Rahmat dinilai tidak terlibat secara langsung. Rahmat dikirimi pesan singkat oleh Joni pada saat Rangga telah membunuh Fauzin untuk datang ke tempat kejadian perkara.
Demikian dengan Aping, dia dinilai tidak terlibat karena baru tahu jika Rangga telah membunuh Fauzin dari Joni saat mereka tiba di rumahnya. Aping pun hingga kini masih menjadi saksi dan belum dijadikan tersangka oleh Polda Jatim.
Lebih lanjut, Bowo menambahkan, pengakuan yang diberikan Rudi tidak lepas dari dorongan orang tua beserta keluarganya. Kemarin, sekitar pukul 08.00 WIB, ibu Rudi, Siti Mainah bersama kakaknya, Khoriyah terlihat datang ke Mapolda Jatim.
Kedatangan keduanya ini untuk memberikan dorongan kepada Rudi agar memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. “Saya sengaja mendatangkan ibu Rudi, karena ibunya yang paling disayangi. Saya yakin setelah bertemu dengan orang kesayangannya Rudi mau terus terang,” tandas Bowo.
Setelah dipertemukan dengan keluarganya, Rudi diperiksa di ruang penyidik. Selain Rudi, Joni juga terlihat masuk ruangan penyidik. Keduanya dimasukkan kembali ke sel tahanan Mapolda Jatim sekitar pukul 11.00 WIB. Rudi yang mengenakan kaos warna kuning menutupi wajahnya dengan tas dan sembunyi di balik punggung petugas untuk menghindari sorot kamera wartawan. Sedangkan Joni mengenakan kaos warna hitam berada di belakang Joni. Keduanya dikawal sekitar enam petugas. (ami/sof)
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,