JAKARTA — Imam Hambali alias Kemat, David, dan Sugik, diperkirakan bebas pasca-sidang peninjauan kembali (PK). Apalagi Kejaksaan Agung (Kejagung) siap membantu proses hukum Kemat Cs setelah penangkapan Rudi Hartono yang diduga sebagai pelaku kasus pembunuhan Fauzin Suyanto.
JAM-Pidum Kejagung, Abdul Hakim Ritonga, mengatakan, pihaknya tidak akan memperumit proses hukum Kemat Cs jika temuan tersangka baru tersebut memang pembunuh Fauzin. Bahkan, pihaknya siap memberikan tuntutan bebas kepada Maman Sugianto alias Sugik yang tengah menjalani sidang di PN Jombang. Selain itu, mereka memberikan kesempatan kepada Kemat dan David untuk bebas melalui mekanisme PK. ‘’Tapi saya lihat dulu (faktanya),’’ kata Ritonga.
Bahkan, hak Kemat Cs bukan hanya bebas. Sejumlah kalangan menilai mereka bisa menuntut ganti rugi ke pihak kepolisian dengan jumlah materil sebesar Rp 15 miliar. “Jumlah itu seperti yang diminta korban salah tangkap di Inggris pada tahun 1999. Tujuannya, untuk syok terapi kepolisian yang telah melakukan pelanggaran HAM berat pada kasus itu,” kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane, saat dihubungi di Jakarta, Ahad (19/10) kemarin.
Menurut Neta, ganti rugi tersebut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Untuk pihak yang membayar ganti rugi, dibebankan kepada institusi kepolisian, meski yang melakukan pelanggaran adalah oknum polisi. Masing-masing korban, kata Neta, dapat meminta ganti rugi sebesar itu.
Selain tuntutan ganti rugi dalam bentuk materiil, kata Neta, tiga korban juga dapat meminta penyidik dan anggota polisi setempat yang memaksa dan menyiksanya untuk diseret ke pengadilan dengan menggunakan Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM).
“Sebab polisi telah merenggut kebebasan mereka dengan harus mengakui perbuatan yang tak mereka lakukan. Mereka juga menjalani pemeriksaan dan akhirnya masuk penjara. Undang-Undangnya ya UU HAM, sama seperti ketika anggota TNI melakukan salah tangkap,” ujar Neta.
Ganti rugi terakhir yang dapat diminta oleh tiga korban salah tangkap polisi adalah pemulihan nama baik.
“Dengan begitu, ada upaya mencapai keadilan. Karena seharusnya hukum itu untuk melindungi, bukan menakuti masyarakat,” tuturnya.
Seperti diketahui, kasus pembunuhan Fauzin, yang jenazahnya awalnya diduga sebagai M. Asrori, mengakibatkan tiga orang hidup di balik bui. Mereka adalah Kemat, Sugik, dan David. Selanjutnya Neta meminta Polri segera mengumumkan hasil penyelidikan yang sudah dilakukan Divisi Propam sebagai upaya transparansi di tubuh kepolisian atas kasus salah tangkap tersebut.
“Informasi yang kami dapat terakhir, Propam masih menangani pemeriksaan terhadap anggota polisi yang menangkap dan memproses ketiga orang itu. Sekarang harus diumumkan kepada publik. Biar jelas,” katanya.
Menurut Neta, penjelasan kepada publik itu untuk menghindari praduga negatif masyarakat terhadap institusi kepolisian. “Jangan sampai ada anggapan, mentang-mentang yang melanggar itu internal Polri, maka kejelasan hukumnya tidak ada,” ujarnya.
Neta melanjutkan, seperti prosedur polisi umumnya, setelah diselidiki Propam, polisi yang melakukan salah tangkap harus segera diperiksa Reskrim. Reskrim tersebut, bisa yang berada di Polda Jawa Timur atau Mabes Polri.
“Setelah itu, Reskrim membuat berkas perkara, melimpahkan ke Kejaksaan, dan selanjutnya diproses hukum di Pengadilan Negeri. Sedang korbannya (Kemat Cs) harus segera dibebaskan, kasihan mereka,” tuturnya. (ami/wis/ok)
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,