‘Banci Aja Mau Jadi Artis!’
JOMBANG - Polda Jatim menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan Fauzin Suyanto di kebun tebu Desa Braan, Desa/Kec. Bandar Kedungmulyo, Jombang, Kamis (23/10) kemarin. Langkah ini untuk mencocokkan pengakuan para tersangka yaitu Rudi Hartono alias Rangga dan Joni Irwanto, dengan fakta di lapangan.
Pantauan di lokasi rekonstruksi kasus ini, kedua tersangka tiba dikawal ketat puluhan petugas kepolisian. Rekaulang dipimpin Kasat I Pidum Ditreskrim Polda Jatim AKBP Susanto. Terlihat pula ratusan warga antusias menyaksikan proses rekonstruksi. Namun mereka tidak bisa mendekat ke lokasi karena polisi menutup akses masuk menuju kawasan persawahan itu. Warga hanya berkumpul di sepanjang Jalan Raya Kujang, Jombang.
Lokasi rekonstruksi yang berjarak 50 meter dari jalan raya itu sekarang berubah menjadi kebun jagung. Bukan lagi kebun tebu seperti saat dilakukan pembunuhan pada 29 September 2007 lalu.
Saat rekonstruksi, Rudi warga Dusun Purworejo Desa Karangpakis Kec. Purwoasri Kab. Kediri sempat dicemooh warga yang menyaksikan acara itu. “Banci saja mau jadi artis,” kata salah seorang warga mengolok-olok Rudi yang ditangkap polisi di kamar kosnya kawasan Daleman, Kauman, Sidoarjo, Sabtu 18 Oktober 2008 sekitar pukul 03.30 WIB.
Dengan tangan diborgol dan berpakaian tahanan Ditreskrim Polda Jatim, Rudi menujukkan sejumlah titik yang dijadikan tempat untuk menghabisi Fauzin. Dia juga memperlihatkan adegan membuang pisau ke arah barat setelah menikam Fauzin secara bertubi-tubi. Karena itu polisi pun mencari barang bukti itu. Pencarian dilakukan menggunakan metal detector dan dua orang penggali.
Namun polisi kesulitan menemukan barang bukti sebab bila menurut petunjuk Rudi, pisau yang digunakan menghabisi Fauzin ditanam tak kurang dari 100 meter dari tempat mayat korban ditemukan. Tak ayal, sekitar dua jam polisi mengacak-acak bekas kebun tebu dengan metal detector untuk menemukan barang bukti tersebut. Namun hingga proses pencarian usai sekitar pukul 12.30 WIB, polisi tidak menemukan pisau tersebut. Akhirnya, polisi kembali menggelandang Rudi ke Polda Jatim dengan mengendarai mobil bernopol L 1888 GZ.
Kasat I Pidum AKBP Susanto belum mau memberikan komentar soal rekonstruksi tersebut. “Komentarnya libur dulu ya,” katanya.
Sedang kuasa hukum Rudi Hartono, Sunarno Edi Wibowo, mengatakan alat bukti itu harus ditemukan. Untuk itu, polisi bersikap sangat hati-hati karena kasus mayat kebun tebu sudah menjadi masalah nasional.
Kesaksian Kemat
Pada saat bersamaan di Pengadilan Negeri (PN) Jombang digelar sidang dengan terdakwa Sugik menghadirkan saksi Imam Hambali alias Kemat (31), korban salah tangkap aparat Polres Jombang. Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi perkara pembunuhan “Asrori versi kebun tebu” ini lagi-lagi diwarnai aksi walk out oleh kuasa hukum terdakwa. Bukan hanya itu, juga diwarnai penghentian sidang selama sekitar 10 menit gara-gara keponakan Kemat yakni Ika Lisnawati (20), pingsan saat sidang berlangsung.
Begitu sidang dimulai, kuasa hukum terdakwa yang terdiri atas tiga orang langsung mengajukan keberatan jika dilanjutkan sebab sidang pembunuhan Asrori sudah tidak layak lagi digelar.
“Kami keberatan, dan lebih baik kami walk out,” ujar Slamet Yuono, kuasa hukum Sugik dari tim O.C. Kaligis, diikuti M. Dhofir dan Attoillah dari LBH Surabaya.
Sedang dalam kesaksiannya Kemat mengaku bahwa seluruh proses penangkapan dan peradilan ini rekayasa yang telah dilakukan oleh oknum polisi sebab, kata dia, dirinya, David, dan Sugik, tidak melakukan pembunuhan terhadap tetangganya yang bernama Asrori.
Namun dia mengaku dihajar penyidik seperti layaknya hewan. Ia dihajar menggunakan sabuk ban. Bahkan, mantan perias ini juga sempat ditodong pistol agar mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak pernah dia lakukan.
“Seluruh BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kasus Asrori adalah hasil skenario polisi. Sekali lagi, semuanya rekayasa,” terang Kemat disambut aplaus pengunjung sidang.
Kemat juga membeber lagi ancaman beberapa orang agar dia melibatkan Sugik dalam kasus ini. Bila tidak, keluarganya akan dihabisi. ”Tentu saya takut akhirnya saya terpaksa melibatkan Sugik,” tambahnya.
Sebelumnya, di luar persidangan keluarga Sugik menggelar tumpengan. Hal itu sebagai bentuk tasyakuran atas tertangkapnya pembunuh Fauzin Suyanto.
Selain itu, juga untuk mengetuk hati para majelis hakim yang tetap keras kepala melanjutkan persidangan Sugik.
Seperti diberitakan koran ini, kasus pembunuhan Fauzin mencoreng korps kepolisian. Pasalnya, polisi telah melakukan kesalahan dalam proses penyidikan sehingga menyebabkan Imam Hambali alias Kemat, David, dan Sugik ditangkap dan dihukum. Padahal pelaku pembunuhan yang sebenarnya adalah Rudi Hartono alias Rangga dan Joni Irwanto. Kesalahan polisi tidak hanya pada penangkapan pelaku pembunuhan. Proses identifikasi juga terbukti salah karena jenazah yang ditemukan di kebun tebu ternyata bukan Asrori sebagaimana kesimpulan awal para penyidik, melainkan Fauzin Suyanto.
Kasus salah ini terungkap karena jagal dari Jombang, Verry Idham Henyansyah mengaku telah membunuh Asrori. Setelah ditelusuri ternyata pengakuan ini dikuatkan dengan penemuan kerangka manusia terkubur di halaman rumah orangtua Ryan yang diketahui sebagai Asrori.
Tunggu Sanksi
Sementara itu selain para penyidik Polsek Bandar Kedungmulyo dan Polres Jombang yang dinonjobkan gara-gara kasus salah tangkap terhadap Kemat Cs ada para pimpinan mereka. Kini empat perwira itu sedang menunggu turunnya sanksi. Keempat perwira tersebut adalah AKP Irpan, mantan Kasat Reskrim Polres Jombang; AKP Anang Nurwahyudi, Kapolsek Bandar Kedungmulyo; Iptu Ashari, Kanit Reskrim Bandar Kedungmulyo.
Menurut sumber di kepolisian, satu orang lagi yang telah nonjob dan tinggal menunggu sanksi adalah AKBP Dwi Setiadi, mantan Kapolres Jombang yang sempat bertugas di Mabes Polri. Sebagai pimpinan mereka juga dianggap harus bertanggung jawab atas terjadinya salah tangkap terhadap Kemat Cs maupun salah identifikasi mayat Fauzin yang awalnya dinyatakan Asrori.
Sama dengan 11 anak buah mereka yang nonjob, para perwira ini juga dikenai Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nopol 7 tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi dan No. 8 tahun 2006 tentang Organisasi Kepolisian.
Saat dikonfirmasi, Kabid Propam Polda Jatim Kombes Pol Ahmad Lumumba mengatakan belum ada keputusan sanksi yang akan dikenakan atas kesalahan tersebut.
“Belum, sekarang masih dalam proses. Nanti akan kita serahkan pada ankum (atasan yang berhak menghukum),” kata Lumumba.
Sementara itu, Heru Widodo yang mengaku sebagai kakak Aiptu Muhamad Zen Maarif, salah satu anggota yang nonjob, membantah adiknya ikut terlibat dalam kasus tersebut. Ia mengatakan, adiknya tidak ikut melakukan penganiayaan terhadap Kemat Cs. Bahkan, Heru Widodo juga mengaku sebagai kakak ipar Maman Sugianto alias Sugik. “Adik saya tidak pernah tugas ke Polres Jombang. Dia juga tidak pernah ikut menganiaya Kemat Cs,” bantahnya.
Selain itu, Heru juga membantah pangkat Zen aiptu. Tapi sayangnya, Heru tidak bisa menjawab saat ditanya mengenai kepastian pangkat adiknya. Lebih lanjut, Heru menambahkan, hingga saat ini Zen masih bertugas di Polres Mojokerto. Tapi lagi-lagi Heru juga tidak tahu apa tugas Zen. “Kalau tidak salah dia di SPK,” jawabnya.
Terkait bantahan ini, sumber kepolisian yang memberi bocoran 11 nama bintara menerangkan, Zen Maarif termasuk salah satu pelaku penganiayaan. “Sugik dan Zen memang bersaudara. Zen memang tidak pernah bertugas di Polres Jombang. Zen tugas di Polres Mojokerto. Tapi dalam kasus ini Zen merasa malu saudaranya terlibat pembunuhan. Zen merasa ulah Sugik membuat malu keluarga,” katanya.(ami/sof)
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,