Bertasbih Sambut Tradisi Lebaran Ketupat
JOMBANG – Sekaan menjadi sebuah tradisi yang tak terpisahkan, kala di bulan Ramadhan sebuah aktivitas keagamaan harus dilakukan. Apalagi, derasnya arus urbanisasi yang terbawa oleh hingar bingar mudik-balik lebaran, mengancam keteguhan pendirian menegakkan Syariat Islam yang di bangun sejak 1825 itu.
JOMBANG – Sekaan menjadi sebuah tradisi yang tak terpisahkan, kala di bulan Ramadhan sebuah aktivitas keagamaan harus dilakukan. Apalagi, derasnya arus urbanisasi yang terbawa oleh hingar bingar mudik-balik lebaran, mengancam keteguhan pendirian menegakkan Syariat Islam yang di bangun sejak 1825 itu.
Mengaji kitab kuning. Tadarus. Berdzikir dan berkreasi menghadapi perkembangan jaman, tetap menjadi tugas berat mempertahankan citra Pondok Pesantren Bahrul Ulum sebagai pondok salaf yang dikenal sebagai cikal bakal keberadaan ponpes di Jombang.
Seperti halnya di dalam menyabut Lebaran Ketupat yang jatuh pada H+7 usai lebaran ini. Sebagai tradisi syukur para santri Pondok Pesantren tertua di Jombang ini, melakukan berbagai aktivitas dengan membersihkan masjid, ruang ponpes bahkan membuat ketupat, menjadikan aktivitas Ponpes yang di asuh oleh KH Abdul Nashir Abdul Fatah ini, tak mati setelah di tinggal mudik oleh 7 ribu santrinya.
Meski begitu, aktivitas mengaji kitab kuning seperti mengaji Tasawuf. Al- Bukhori. Tafsir Jalalain dan Nahwu Sorof serta kitab kuning lainnya, menjadi aktivitas yang rutin bagi santriawan/wati yang sengaja tak mudik ke kampung halaman.
Bahkan bukan hanya itu, beberapa satripun ada yang rela tak mudik, demi tetap mengikuti pengajian kitab kuning yang langsung di bimbing oleh KH Abdul Nashir Abdul Fatah, selaku pengasuh ponpes itu. Pasalnya, beberapa santri yang tak ikut mudik sedah mengangap bahwa tradisi lebaran yang identik dengan makanan ketupat ini menjadi rangkaian kegiatan keagamaan di bulan syawal yang sayang untuk di tinggalkan.
“Kalau pulang sayang, karena tradisi lebaran ketupat hanya setahun sekali di H+7 usai lebaran. Kebetulan juga, banyak mengaji kitabnya kalau sat lebaran ketupat, jadi lebih baik pulang belakangan dari pada harus meninggalkan lebaran ketupat di pondok,” ujar Nita (25), salah satu santri wati yang berasal dari Sumatra Utara ini, saat di temui Duta di Ponpes Tambak beras Jombang,kemarin.
Pengasuh Ponpes Bahrul Ulum tambak beras Jombang, KH Abdul Nashir Abdul Fatah mengatakan, kegiatan yang dilakukan menjelang Lebaran Ketupat ini diisi dengan membuat ketupat dan membersihkan kamar hingga masjid sebagai tempat pelaksanaan lebaran ketupat nanti.
Menurut KH Abd. Nashir biasa di panggil, tradisi semacam ini sudah berlangsung turun temurun. Bahkan kata dia, kegiatan mengaji tambahan dalam lebaran ketupat ini termasuk kegiatan keagamaan yang bertujuan mengucakp rasa Syukur setelah melewati bulan Ramadhan selama satu bulan penuh.
“Lebaran ketupat banyak santri dan santriwati yang tidak mudik hanya untuk mengikuti perayaan ini, karena memang banyak kagiatan mengajinya,” tuturnya.
Ditambahkannya, selain perayaan lebaran ketupat, ada kegiatan pendidikan akhlaq bagi polisi yang bertajuk ”santri polisi”. Tujuannya adalah untuk membentuk akhlaq dan amalia yang mulia. Bahkan, kegiatan ini sudah berlangsung sejak 3 tahun yang lalu.
“Tahun ini saja mencapai 500 anggota kepolisian dari seluruh wilayah di Indonesia yang mengikuti kegiatan pondok kilat kita,” pungkasnya. (ami)
Komentar
Posting Komentar
Mo Komentar Disini Bos,,,