Langsung ke konten utama

Dibunuh Hanya karena Rp 22 Ribu

Polisi Buru Pasangan Gay Rudi Hartono
SURABAYA—Rudi Hartono alias Rangga (21)—tersangka kasus pembunuhan Fauzin Suyanto alias “Asrori versi kebun tebu”—ternyata membunuh korbannya hanya gara-gara uang Rp 22 ribu. Rudi yang gay geram sebab Fauzin semula berjanji membayar layanan seksualnya sebesar Rp 100 ribu.

“Karena hanya dibayar satu lembar uang Rp 20 ribu dan dua lembar seribuan dia marah dan melakukan pembunuhan itu,” kata kuasa hukum Rudi, Sunarno Edi Wibowo, saat ditemui wartawan usai menemui kliennya di Mapolda Jatim, Jl. Ahmad Yani, Surabaya, Ahad (19/10) kemarin.

Sebenarnya perubahan harga itu terjadi sebelum terjadi hubungan seks. Rudi pun sudah menerima uang itu. Namun saat melakukan hubungan seksual sesama jenis tersebut ternyata Fauzin tak kunjung ejakulasi hingga membuat Rudi emosi. “Wis mbayare semono kok gak metu-metu (hanya membayar sebesar itu kok tidak segera ejakulasi, Red.),” kata Edy menirukan perkataan Rudi. Dia pun lantas menyudahi hubungan seksual itu sebelum tuntas. Setelah itu tersangka langsung menghabisi Fauzin hingga gay asal Nganjuk ini tak bernyawa.

Namun polisi tidak percaya begitu saja keterangan Rudi. Bahkan, Rudi diduga bukan pelaku tunggal. Untuk itu polisi menduga Rudi dibantu pasangan gay-nya yang sekarang tengah diburu polisi ke sejumlah lokasi yang diduga sebagai tempat persembunyiannya.

Kecurigaan polisi itu berdasarkan keterangan yang disampaikan Rudi di hadapan penyidik Polda Jatim. “Untuk sementara masih belum bisa saya ungkapkan siapa (buron) itu,” kata Edy Wibowo.

Kecurigaan polisi itu juga karena ditemukan satu pasang sandal di lokasi pembunuhan. Sandal itu bukan milik Fauzin. Juga bukan milik Rudi. Sandal itu diduga milik satu pelaku lain yang masih belum diungkap identitasnya.

Edy menambahkan, saat ini polisi sudah mengantongi data pelaku tersebut dan memburunya di sekitar daerah Jombang dan Nganjuk. “Yang pasti dia adalah orang dekat atau pasangan gay pelaku,” ucapnya.

Sementara itu pemeriksaan lanjutan terhadap Rudi di Ruang Direskrim Polda Jatim berlangsung hingga Ahad sore kemarin. Sebelumnya dia sudah diperiksa maraton sejak ditangkap Sabtu hingga Ahad pukul 03.00 WIB dini hari di Mapolda Jatim. Setelah itu pria asal Desa Karangpakis, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri, itu kembali menjalani pemeriksaan di ruang Judi Susila, Direskrim Polda Jatim mulai pukul 12.00 WIB.

Pantauan di lokasi pemeriksaan Rudi yang berambut hitam cepak mengenakan kaos hitam dan celana pendek putih keluar dari dalam sel dikawal salah seorang polisi. Wajahnya ditutup dengan tangan untuk menghindari kamera wartawan. Sedang di dekat ruang pemeriksaan terdapat barang bukti berupa sepeda motor Honda Supra Fit warna merah milik Fauzin Suyanto. Kasat I Pidum Ditreskrim Polda Jatim, AKBP Susanto, menolak memberikan keterangan mengenai hasil pemeriksaan Rudi. “Nanti akan ada keterangan pers,” ujar Susanto. Seperti diberitakan koran ini kemarin, Rudi ditangkap anggota Sat Pidum Ditreskrim Polda Jatim di tempat kosnya di kawasan Daleman Sidoarjo, sekitar pukul 03.30 WIB Sabtu (18/10). Polisi mencurigai Rudi sebagai pelaku pembunuhan Fauzin setelah sepeda motor Honda Supra Fit AG 2426 VW berikut surat-suratnya milik korban diperpanjang di Samsat Nganjuk. Dari sini polisi lalu melacak pemilik kendaraan itu yang akhirnya diketahui bernama Rudi Hartono.

Salah Tangkap?

Di tempat terpisah, pihak keluarga mengkhawatirkan Rudi Hartono menjadi korban salah tangkap berikutnya dalam pengusutan kasus pembunuhan Fauzin Suyanto yang mayatnya ditemukan di kebun tebu Desa Braan, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Kabupaten Jombang, pada 29 September 2007 lalu.

“Jangan-jangan anak saya jadi korban salah tangkap berikutnya,” kata Siti Waenah (53), ibu Rudi Hartono, saat ditemui di rumahnya di Desa Karang Pakis, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri, Ahad kemarin, setelah mendengar tindakan salah tangkap yang pernah terjadi sebelumnya atas Imam Hambali alias Kemat, David, dan Sugik.

Selama ini Rudi Hartono dikenal pendiam, kendati agak feminin. “Dia itu tidak neko-neko seperti kebanyakan anak muda sekarang ini,” kata perempuan yang bekerja sebagai buruh tani ini. Rudi Hartono adalah anak kelima dari enam bersaudara pasangan Sebi-Siti Waenah. Sejak lulus SMA tahun lalu, dia bekerja di Surabaya. “Setiap tiga bulan sekali dia pulang untuk melepas rindu pada ibunya. Kalau pulang, kadang-kadang dia juga bawa teman,” kata Sebi.

Namun demikian, dia tidak tahu persis apakah salah satu teman Rudi Hartono yang sering diajak ke rumahnya itu adalah Fauzin Suyanto. “Saya tidak tahu persis, termasuk sepeda motor yang dibawa ke sini itu milik siapa,” kata Sebi menambahkan.

Minta Tak Disiksa

Selain itu keluarga juga meminta polisi tidak melakukan tindak kekerasan dalam pemeriksaan. Mereka khawatir kasus yang pernah menimpa Kemat Cs, tiga tersangka pembunuh “Asrori” yang terpaksa mengaku karena disiksa polisi, akan terulang.

Kekhawatiran tersebut disampaikan ibu kandung Rudi Hartono yang turut diperiksa di Mapolsek Bandar Kedungmulyo Jombang. Ibu enam anak ini mengaku tidak bisa tidur memikirkan nasib Rudi Hartono yang kini mendekam di sel penjara Polda Jatim. Ia khawatir petugas akan melakukan siksaan fisik kepada putra kelimanya itu agar mau mengaku sebagai pembunuh Fauzin.

“Terus terang sejak kemarin saya mengkhawatirkan keadaan anak saya. Jangan-jangan ia disika oleh polisi agar mengaku,” ujar Siti.

Terlebih lagi sejak dikabarkan ditangkap di rumah kosnya di Sidoarjo, Sabtu 18 Oktober kemarin, Siti tidak lagi bisa menghubungi anaknya. Ponsel milik Rudi yang selama ini menjadi alat komunikasi dengan keluarga turut disita polisi sebagai barang bukti.

“Saya sempat meminta melalui petugas Polsek Bandar Kedungmulyo untuk tidak menyiksa anak saya. Mudah-mudahan janji itu ditepati,” terang Siti.

Menurut pengakuan Siti, pemeriksaan yang dilakukan selama 12 jam tersebut seputar perilaku anaknya sehari-hari. Selain itu petugas juga mencecar pertanyaan seputar teman-teman Rudi yang kerap datang ke rumahnya.

“Saya dan anak saya diminta mengenali beberapa foto-foto yang disodorkan polisi. Salah satunya poto Fauzin yang justru saya kenali lewat surat kabar. Saya sendiri tidak pernah kenal Fauzin,” ujar Siti yang masih tampak kusut usai menjalani pemeriksaan semalam suntuk.

Setelah memastikan tidak mengetahui perilaku anaknya sejak bekerja di Sidoarjo, Siti diperbolehkan pulang ke rumahnya. Dengan dibonceng sepeda motor oleh petugas, perempuan itu diminta tetap tinggal di rumah hingga beberapa hari ke depan. Hal itu untuk memudahkan pemeriksaan kembali jika keterangan mereka dibutuhkan.

Siti mengaku kecewa dengan proses pemanggilannya tersebut. Sebab sebelumnya ia tidak mendapat penjelasan sedikit pun dari polisi saat dibawa ke Polsek. Bahkan penjemputan itu terkesan diam-diam hingga tidak satu pun perangkat kelurahan yang tahu.

Menurut Kepala Desa Karang Pakis Suaskar Arif Ahmadi, pihaknya baru mengetahui pemeriksaan itu setelah mencari tahu sendiri di Mapolsek Bandar Kedungmulyo Ahad pagi.

Selain ibu dan kakak Rudi Hartono, polisi juga memeriksa Suko, Joni, dan Suwiknyo. Ketiganya adalah pemuda Desa Karang Pakis yang diduga terlibat penjualan sepeda motor milik Fauzin yang dibawa kabur Rudi Hartono.

“Ketiga pemuda itu langsung dibawa ke Polda setelah diperiksa bersama Bu Siti Waminah dan Mutiati,” terang Suaskar.

Penangkapan Rudi Hartono membuka babak baru dalam kasus pembunuhan yang menimbulkan dugaan petugas Polsek Bandar Kedungmulyo telah salah dalam menangkap pelaku dan mengidentifikasi mayat korban. Sebelumnya petugas menganggap korban pembunuhan yang dibuang di kebun tebu Desa Braan adalah mayat M. Asrori, warga Desa Kalangsemanding, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang. Kemudian pada bulan Mei 2008, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jombang telah menjatuhkan vonis 17 tahun penjara terhadap Imam Hambali alias Kemat dan 12 tahun penjara terhadap David Eko Priyanto. Sedang seorang pelaku lain, Maman Sugianto alias Sugik, hingga kini masih disidangkan di PN Jombang.

Namun saat dalam penyelidikan kasus pembunuhan berantai dengan pelaku Verry Idham Henyansyah alias Ryan, petugas menemukan mayat Asrori di belakang rumah Ryan di Dusun Maijo Desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang pada bulan Agustus 2008 lalu.

Selain berdasar hasil tes DNA, kepastian mayat Asrori itu juga diperkuat dengan pengakuan Ryan di Mapolda Metro Jaya, bahwa dialah yang membunuh Asrori. Sementara hasil tes DNA Mabes Polri terhadap mayat di kebun tebu Desa Braan menyebutkan, bahwa mayat itu adalah Fauzin Suyanto.

Sudah Bermobil Sejak SMP

Sementara ada yang menarik dari pengakuan Kasiyatun, ibu tersangka jagal dari Jombang dan kasus mutilasi, Very Idam Henyansah alias Ryan. Sewaktu masih remaja, ternyata Ryan sangat dimanja oleh sang ibu. Ryan yang kini berumur 30 tahun malah pernah merengek minta dibelikan mobil. Dan Kasiyatun pun langsung membelikannya.

“Sewaktu SMP dia minta dibelikan mobil. Ya kita belikan, dulu mobil pick-up lagi musim,” kata Kasiyatun kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jl. Gatot Subroto. Sayangnya mobil yang dibeli hasil menjual sawah tersebut tidak bisa dinikmati Ryan dalam waktu lama. Pasalnya mobil Ryan tersebut hangus terbakar. “Nggak tahu tuh kok bisa terbakar, padahal itu hasil jual sawah,” ujar perempuan asal Dusun Maijo Tembelang Jombang ini sambil menerawang ke masa lalunya.

Konon, katanya, Kasiyatun memiliki sawah berhektare-hektare. Selain punya sawah luas dirinya juga berbisnis jual baju di kampungnya. “Ibu jualan baju keliling kampung. Laku itu, sama anak-anak asrama,” ujarnya dalam logat Jawa yang kental. Sempat beredar kabar bahwa Kasiyatun seorang rentenir. Namun dia menampik tudingan itu. Katanya dia cuma mengkreditkan baju kepada orang kampung. “Rentenir apaan? Orang aku cuma kreditin baju, masa dibilang rentenir. Itu cuma orang-orang iri aja,” jelasnya. Kemarin Kasiyatun mengaku bertemu dengan Anton Medan. Dalam pertemuan itu, Anton Medan menawarkan warung kepada Kasiyatun. “Ibu ditawari jualan sama Pak Anton Medan di dekat LP Cibinong yang baru itu lho,” ujarnya.
Selain itu, Kasiyatun yang dijemput Anton Medan untuk pergi ke Cibinong mengatakan bahwa Anton menawarkan dirinya untuk tinggal di pondok milik Anton. Namun, Kasiyatun belum menyetujui tawaran tersebut. “Ya ibu masih pikir-pikir aja. Tergantung nanti Ryan akan ditahan di mana setelah sidang,” ujarnya.

Sebelumnya, Kasiyatun memang pernah berniat mencari kos di Jakarta. Hal tersebut dilakukannya agar bisa sering bertemu dan mendampingi Ryan saat persidangan.

Surat Cinta

Sementara itu, Ryan sendiri sangat kasmaran dengan Novel. Hal itu terlihat dari suratnya. Setelah menjalani pemeriksaan selama lima jam di Mapolda Metro Jaya, Rabu kemarin, Ryan terlihat menjatuhkan kertas saat keluar dari ruangan penyidik. Setelah diperiksa, ternyata kertas tersebut berisi ungkapan hati Ryan untuk sang kekasih Novel Andrias. Kertas itu sejatinya sebuah surat. Isinya: “Ryan Cinta Novel Andrias. Kan kubawa cintaku sampai mati. Bagiku berpisah dari Novel jauh lebih berat dari hukuman mati.”

Surat yang masih terlipat rapi tersebut dijatuhkan Ryan di depan sejumlah wartawan yang sejak lama menunggunya di Mapolda Metro Jaya. Surat tersebut dilipat menjadi empat bagian.

Namun Ryan yang ketika itu mengenakan kaos putih berbalut kemeja orange, baju khas tahanan narkoba Polda Metro Jaya, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Dengan dikawal dua orang penyidik, Ryan berlalu memasuki mobil tahanan untuk dibawa ke tahanan narkoba Polda Metro Jaya. (sof/ami)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Korban Ryan Tembus 11 Orang

Polisi akan menjerat Ryan dengan pasal hukuman mati. JOMBANG -- Halaman belakang rumah Very Idam Henyansyah (34 tahun) tak ubahnya kuburan massal. Sampai dengan Senin (28/7), 10 jenazah ditemukan di sana. Dengan demikian, korban pembunuhan yang dilakukan Ryan telah 11 orang. Bertambahnya jumlah korban pria gemulai itu diketahui setelah dilakukan penggalian lanjutan di belakang rumah Ryan di Desa Jatiwates, Kec Tembelang, Kab Jombang, Jawa Timur. Kemarin, polisi menemukan enam jenazah. Pada penggalian sebelumnya, polisi menemukan empat jenazah. Keberadaan enam mayat itu diketahui saat Ryan diperiksa di Markas Polda Jawa Timur. Ryan lalu digiring untuk menunjukkan lokasinya. Penggalian pun dilakukan delapan jam, mulai pukul 10.00 WIB. Ryan berada di lokasi dengan tangan dan kaki diborgol. Kepada polisi, kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Herman Sumawireja, Ryan mengatakan masih ada lima mayat. ''Tapi, kami menemukan enam,'' katanya saat menyaksikan penggalian. Mayat-mayat itu ...

Jelang Eksekusi Mati, Sumiarsih Isi Waktu Latih Napi Bikin Selimut

Kendati hendak di eksekusi mati. Sumiarsih , 65 , otak pembunuhan berencana lima anggota keluarga Letkol Marinir Purwanto di Surabaya, 20 tahun silam, nampak pasrah menghadapi rencana eksekusi Kejagung bulan ini. Bahkan sesekali ia terlihat tegar bersama rekan-rekannya di LP Porong, dengan melakukan kegiatan membuat selimut dari tempat tisu. Dengan mengenakan seragam Napi (narapidana) Lapas Wanita Malang warna biru tua, mata Sumiarsih tampak sayu. Demikian pula wajahnya yang dihiasi garis-garis keriput juga terlihat lelah dan sayup. Namun, Mbah Sih, panggilan akrab- Sumiarsih di antara sesama napi, tetap ingin tampil ramah. "Saya habis bekerja di Bimpas (Bimbingan Pemasyarakatan). Bersama rekan-rekan membuat tempat tisu ini," kata Sumiarsih sambil menunjukkan beberapa hasil karyanya di ruang kantor Entin Martini, kepala Lapas Wanita Malang, yang berlokasi di kawasan Kebonsari, Sukun, itu. Sudah tiga bulan ini Sumiarsih aktif membimbing para wanita penghuni lapas membua...

galeri 1000 Puisi Untuk RA KARTINI

FOTO : DUTA/AMIR CASTRO Captoin : SIMBOL PERLWANAN KARTINI MELAWAN PENINDAS FEODAL. Sejumlah mahasiswa STKIP PGRI Jombang, peringati Hari Kartini dengan memajang karya mereka dalam tema 1000 Puisi Untuk RA KARTINI.